Aku sadar, orang tuaku
berkata seperti itu karena orang tuaku tidak mempunyai uang untuk membiayai
sekolahku. Dari sana Ayahku tidak pernah mendukung aku untuk bersekolah. Tetapi
yang sejujurnya “ aku ingin sekoah” seperti teman-teman yang lainnya. Aku
memang anak yang cengeng, aku menangis karena tidak di kasih melanjutkan
sekolah.
Kebetulan pada saat itu, di
desa Rekat Lauk, baru membuka sekolah SMP Islam Al-Hasanah Rekat Lauk, dan
kepala sekolahnya adalah adik ibuku sendiri, aku sangat berharap sekali masuk
sekolah yang baru di buka itu. Ketika itu Bapak kepala sekolah datang kerumahku
dan berbincang-bincang dengan kedua orang tuaku. “Pak Buk, kita sekolahkan saja
anak kita di sekolah kita yang berada di Rekat Lauk..! Tanya Bapak Kepala
Sekolah. Ayah saya menjawab, “buat apa sekolah ? “menghabiskan uang saja”.
Merusak-rusak buku saja”. “tidak ada uang juga buat beli seragam, buku bolpoin
dan perlengkapan yang lainnya”. Tidak usah sudah Salam sekolah”. Mendengar kata-kata
ayahku, tiba-tiba air mataku berjatuhan.
Pada saat itu, aku putus asa. Aku pergi dari rumah
menghilang selama dua hari tidak pulang-pulang. Aku mencoba kasih sayang mereka
sampai dimana.. ia, mereka tidak memperdulikanku, mereka tidak sayang sama aku,
mereka tidak peduli sama aku. “Ya Allah aku ingin sekali sekolah seperti
teman-temanku, setiap pagi memakai seragam sekolah, membawa tas, buku dan
lain-lainnya’’. Melihat teman-teman berangkat sekolah setiap pagi, aku semakin
ingin sekali bersekolah. Dari sana aku berubah pikiran. Dalam hatiku “em em
em.. aku harus bekerja biar mendapat uang untuk membeli seragam sekolah, aku
harus sekolah demi mengejar cita-citaku’’. Aku di ajak bekerja oleh pamanku
sebagai buruh pasir di ladang yang sekarang ladang itu semula ladang pasir sekarang menjadi tempat pariwisata “Lembah
Naga Biru”.
Allah memang maha mengetahui, pengasih dan penyayang. Allah
telah mendengar kata hatiku. Selama dua minggu bekerja, aku sudah di gaji oleh
pamanku, ya cukup lumayan. Semula niatku uang hasil keringatku sendiri aku
pakai untuk membeli seragam sekolah. Belum aku membeli seragam sekolah. Bapak
Kepala Sekolah datang lagi kerumah dan membawa satu seragam dan satu celana
untuk di berikan kepadaku, dalam shalatku, Alhamdulillah ya allah, Terima kasih
ya Allah, sekarang aku bisa bersekolah lagi, aku tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan ini”.
Teman-teman.. kalian tahu tidak, seragam sekolah yang di
kasih oleh bapak kepala sekolah itu tidak serasi atas bawah. Coba teman-teman
bayangkan, bajunya pramuka dan celananya warna biru. Tapi Alhamdulillah, aku
tetap bersyukur, yang penting aku bisa bersekolah. Aku punya baju dan celana
dan uang hasil keringatku itu aku pakai buat membeli sepatu baru. Nah .!
sekarang aku siap untuk bersekolah.
Hari pertama aku masuk sekolah, aku merasa sedikit minder
sama teman-temanku, karna seragam ku tampil beda dengan seragam teman-temanku,
mereka mengejekku, “ha-ha-ha lihat teman-teman, seragam Salam senin kamis”. Aku
sangat malu sekali, di dalam hatiku “tidak apa-apa mereka mengejekku, suatu
saat kamu pasti lebih dari aku pada saat ini”. Teman-teman, aku sudah hampir
dua minggu ketinggalan mata pelajaran, aku berusaha mengejar ketertinggalanku,
“Maimunah, boleh aku pinjam buku catatan mu tidak…?. “Oh, ini bukunya, tapi
besok di kembalikan ya..!. “ia Mae, trimakasih ya..?. “ia sama-sama”. Untuk
mengejar ketertinggalanku aku meminjam buku teman ku. Biasanya tulisan cewek
itu bagus.
Teman-teman, sekolahku itu tidak sebagus dengan sekolah
yang berada di kota. Sekolahku sederhana dan kumuh. Coba bayangkan. Temboknya
itu dari bata-bata merah yang belum di warnai dan lantainya Cuma tanah-tanah
saja, terus gentingnya dari daun-daun pohon kelapa, tidak jauh beda dengan
cerita flim “Laskar Pelangi itu”. Kalau hujan datang, terpaksa kami di
pindahkan ke ruang madrasah MI disana, dan terkadang-kadang kami terpaksa di
liburkan belajar oleh bapak ibu guru. Kami belajar dengan penuh apa adanya.
Sekolah kami sering di cela-cela oleh anak-anak yang
bersekolah di kota sebut saja Pancor. Setiap mereka berangkat dan pulang
sekolah, mereka sering kali meneriaki sekolah kami ketika kami sedang asyik
belajar. “haa..haa..haa, sekolah kandang ayam, kandang bebek.’’ Itulah
kata-kata mereka. Kami yang sedang asyik belajar tidak peduli dengan kata-kata
mereka. Guru kami terus menerus menyemangati kami belajar dan tidak cepat
minder dengan kondisi sekolah. Kami sebagai siswa-siswi memang sudah menyadari
dan memaklumi kata-kata mereka mencela sekolah kami. Sebenarnya kami bisa lebih
dari mereka dalam memahami pelajaran, mereka bersekolah di kota sebenarnya sama
saja dengan di desa, tergantung kita sendiri kalau kita mau sukses.
Teman-teman ayahku sekarang membeli sapi lagi, dan aku tau
apa kewajibanku terhadap sapi itu. Teman-teman pasti tau kan..?. ya.. pastinya
memberikan makan dan minum. Biasanya sepulang sekolah aku pergi mencabit rumput
di sawah. Sepulang dari sawah kita pergi main bola di lapangan sekolah di
tempat aku sekolah, ketika sudah mau magrib, kami berhenti main bola dan
cepat-cepat pulang, karena magribnya kita pergi mengaji di pesantren Bapak Kahfi
Spd.i.
Sepulang dari pesantren, saya biasanya belajar,
kadang-kadang belajar, kadang-kadang nonton TV, dan yang terakhir tidur.
“allahuakbar allahuakbar..” suara azan subuh berkumandang. Segera ku ambil air
wudhu dan di lanjutkan sholat subuh berjamaah di masjid. Ketika sinar matahari
pagi muncul, saya dan kakak saya pergi mandi di telaga wakaf, setelah itu
sarapan dan siap pergi ke sekolah.
Melihat aku pergi sekolah dengan semangat pagi membara,
orang tuaku sedikit terbuka hatinya melihatku bersekolah. Dan teman-teman, pada
saat itu, orang tuaku pernah berkata padaku, “ Salam, nanti kalau kamu dapat
rangking satu di sekolah… bapak akan mebelikan kamu sepeda motor.’’. hampir
pada saat itu aku tidak percaya dengan kata-kata ayahku. Dari sana aku semakin
semangat lagi untuk belajar. Aku mau membuktikan kalau aku bisa bersaing dengan
teman-temanku. Dan pada saat kenaikan kelas tiga SMP, hasilku tidak memuaskan
orang tuaku. Pada kenaikan tingkat aku bukan peringkat satu tapi peringkat
kedua. Aku sadar dalam dunia pendidikan itu terkadang kita bisa di atas dan
kadang-kadang di bawah.
Pada saat itu aku tidak berharap akan di belikan sepeda
motor sama orangtuaku, tapi aku tidak peduli dengan itu, aku hanya ingin mereka
tidak lemah menyekolahkanku. Tapi teman-teman, aku tidak sempat kepikiran kenapa
orang tuakku mau menjual sapi itu lagi. Tak lama kemudian pas sepulang sekolah,
“Na..na..na..woissss apa ini yang di tutup pakai selimut..?. setelah ku buka
tutupnya ternyata sepeda motor Vega ZR warna merah yang sesuai dengan warna
kesukaanku, “ .’’pak buk, siapa punya
motor ni..?. ibuku menjawab “motor kita lahh.’’. wahhh seneng sekali rasanya
punya motor baru.
Hari demi hari selama satu
minggu aku belajar sepeda motor sampai bisa. Bukan aku saja yang memakai sepeda
motor itu melainkan kakakku juga, motor itu juga di pakai sekolah sama kakakku
setiap hari, dan kami harus bisa sportif dalam berbagi memakai sepeda motor
tersebut, agar tidak ada pertengkaran di antara kami.
Lima minggu sebelum
ujian nasional di laksanakan, seperti
biasa, bapak dan ibuguru menambah jam belajar kami, yaitu mengadakan Les, kami
belajar menjawab kisi-kisi ujian nasioanal dan belajar membuat lingkaran hitam
di lingkaran kertas jawaban. Selain itu pelajaran yang sudah di pelajari di
ulang-ulangi lagi pada waktu Les berlangsung.
Temen-temen, ketika ujian nasionalnya sudah dekat, ternyata
nasib kami sama seperti pada waktu di MI NW Kebun Erat, “ujian nasionalnya
tidak di adakan di sekolah kami melainkan di SMPN 2 Selong. Maklumlah sekolah
katanya belum terakkriditasi, tidak apa-apa, Lumayan anak kampung pergi ujian
nasional di kota Selong.
Ketika tinggal dua hari lagi mau ujian nasional, cobaan
lagi menimpaku, aku di uji sama Allah, mungkin Allah menguji kesabaranku. Ujian
itu adalah Masalah Keluarga. Pada saat itu kedua orang tuaku hampir mau berpisah
yang penyebabnya sungguh ku tak tahu. Ibu Bapakku bertengkar setiap hari,
sedangkan aku pada saat itu membutuhkan ketenangan dalam menghadapi ujian
nasional. ‘’Ya Allah hanya kepadamu aku meminta dan hanya kepadamu aku memohon
pertolongan.’’ Sungguh ku tak kuasa menahan cobaan ini Ya Allah, ampunilah Dosa
Hambamu ini.’’
Dengan hati yang sedih, aku berangkat ujian nasional, kami
pergi ujian nasional ke Selong, setiap pagi kami di hantar pulang pergi sama
sopir mobil keri yang sudah di boking oleh Bapak Kepala Sekolah. Di tambah lagi
pada saat itu aku sedikit merasa minder sama teman-teman baik teman-teman di
sekelas maupun teman-teman di SMPN 2 Selong. Minderku bukan karena merasa anak
kampungan baju kusam atau apa, tapi yang ku malukan adalah pada saat itu “jerawat ku banyak sekali.’’ Sudah kulit
hitam, jerawatan lagi.”.
Bila tidak teringat akan cita-citaku, mungkin aku sudah
dari dulu berhenti sekolah, tetapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku
akan mencoba berusaha mengejar cita-citaku walaupun sampai ke negeri china.
Tampang bukan menjadi sebuah alasan untuk tidak bersekolah. Maju terus tanpa mundur,
“ayo teman-teman “ Gapailah cita-citamu setinggi langit.’’.
‘’Jangan jadikan pandangan mata ini seperti mata lalat
Yang hanya mencari sesuatu yang busuk dan buruk
Yakni hanya melihat keburukan dan kesalahan orang lain
Jadikanlah pandangan mata ini seperti mata lebah
Yang hanya memandang kewangian dan keindahan
Yakni memandang kebaikan orang lain
Sehingga melupakan keburukan orang lain.”
LULUS
bersambung........