PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS
SYARI’AH
INSTITUT
AGAMA ISLAM HAMZANWADI (IAIH) PANCOR
TAHUN 2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Bahasa Indonesia tentang “Ahlussunah Waljama’ah”
yang insyaallah tepat pada waktunya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa adanya
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada dosen
mata kuliah yang telah banyak membimbing dan teman-teman yang mensuport.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak terdapat banyak kekurangan.
Akhirnya, kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penulis butuhkan
untuk dijadikan pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Pancor, Oktober 2013
Penulis,
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................ i
KATA
PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR
ISI ........................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN ..................................................................... 4
A. Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama'ah........................................ 4
B. Lahirnya Nama Ahlus Sunnah Waljamaah ................................. 10
C. Karakteristik Dan Aspek Cakupan
Ahlussunnah Wal Jama’ah.. 11
D. Al-Firqotun Najiyah Adalah Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah.......... 14
BAB
III PENUTUP.............................................................................. 24
Kesimpulan ................................................................................. 24
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Permasalahan
Di dunia ini
islam telah terbagi ke dalam beberapa golongan. Golongan ini tidak sedikit
jumlahnya, akan tetapi yang menarik perhatian kami untuk jadikan pembahasan
dalam makalah ini adalah ahlussunah wal jama’ah. Di dalam makalah ini kami
ingin membahas apa sebenarnya yang di maksut dengan ahlussunah wal jama’ah, dan
prinip-prinsip yang di pegang oleh ahlussunah wal jama’ah. Di antara segi
tinjauan yang memungkinkan kita bisa mengetahui siapa ahlu sunnah wal jama’ah
itu ialah:
Pertama,
sesungguhnya mereka adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Merekalah ahli sunnah, yakni orang-orang yang mengajarkannya,
menjaganya, mengamalkannya, mengutipnya, dan membawanya baik dalam bentuk
riwayat atau dirayat atau manhaj. Jadi merekalah yang paling dahulu mengenal
sekaligus mengamalkan as sunnah.
Kedua,
selanjutnya ialah para pengikut sahabat Rasaulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Merekalah yang menerima tongkat estafet agama dari para sahabat, yang
mengutip, yang mengetahui, dan yang mengamalkannya. Mereka adalah para tabi’in
dan generasi yang hidup sesudah mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik sampai hari kiamat kelak. Mereka itulah sejatinya ahli
sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka berpegang teguh padanya,
tidak membikin bid’ah macam-macam, dan tidak mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang yang beriman.
Ketiga, ahli
sunnah wal jama’ah, mereka adalah para salafus saleh, yakni orang-orang yang
setia pada Al Qur’an dan as sunnah, yang konsisten mengamalkan petunjuk Allah
dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang mengikuti jejak langkah
peninggalan para sahabat, para tabi’in, dan pemimpin-pemimpin pembawa petunjuk
umat, yang jadi tokoh panutan dalam urusan agama, yang tidak membikin bid’ah
macam-macam, yang tidak menggantinya, dan yang tidak mengada-adakan sesuatu
yang tidak ada dalam agama Allah.
Keempat, ahli
sunnah wal jama’ah ialah satu-satunya golongan yang berjaya dan mendapat
pertolongan Allah sampai hari kiamat nanti, karena merekalah yang memang cocok
dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
“Ada segolongan
dari umatku yang selalu membela kebenaran. Mereka tidak merasa terkena mudharat
orang-orang yang tidak mendukung mereka sampai datang urusan Allah dan mereka
tetap dalam keadaan seperti itu..”
Dalam satu lafazh
disebutkan:
“Ada segolongan
umatku yang senantiasa menegakkan perintah Allah….”
Kelima, mereka
adalah orang-orang yang menjadi asing atau aneh ketika dimana-mana banyak orang
yang suka mengumbar hawa nafsu, berbagai kesesatan merajalela, bermacam-macam
perbuatan bid’ah sangat marak, dan zaman sudah rusak. Hal itu berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
“Semula Islam itu
asing dan akan kembali asing. Sungguh beruntung orang-orang yang asing.”
Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
“Sungguh
beruntung orang-orang yang asing, yakni beberapa orang saleh yang hidup di
tengah-tengah banyak manusia yang jahat. Lebih banyak orang yang memusuhi
mereka daripada yang taat kepada mereka.”
Sifat tersebut
cocok dengan ahli sunnah wal jama’ah.
Keenam, mereka
adalah para ahli hadist, baik riwayat maupun dirayat. Karena itulah kita
melihat para tokoh kaum salaf menafsiri al tha’ifat al manshurat dan al firqat
al najiyat, yakni orang-orang ahli sunnah wal jama’ah, bahwa mereka adalah para
ahli hadist. Hal itu berdasarkan riwayat dari Ibnu Al Mubarak, Ahmad bin
Hambal, Al Bukhari, Ibnu Al Madini, dan Ahmad bin Sinan. Ini benar, karena para
ahli hadist lah yang layak menyandang sifat tersebut, mereka adalah para
pemimpin ahli sunnah.
Mengomentari
kalimat al tha’ifat al manshurat Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Kalau yang
dimaksud dengan mereka bukan ahli hadist, saya tidak tahu lalu siapa lagi?!”
Al Qadhi Iyadh
mengatakan: “Sesungguhnya yang dimaksud dengan mereka oleh Imam Ahmad ialah
ahli sunnah wal jama’ah, dan orang yang percaya pada madzhab ahli hadist.”
Menurut saya,
seluruh kaum muslimin yang tetap berpegang pada fitrah aslinya dan tidak suka
menuruti keinginan-keinginan nafsu serta tidak suka membikin berbagai macam
bid’ah, mereka adalah ahli sunnah. Mereka mengikuti jejak langkah ulama-ulama
mereka berdasarkan petunjuk yang benar. Dinamakan ahli sunnah, karena mereka
adalah orang-orang yang berpegang pada sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam, “Kalian harus berpegang teguh pada sunnahku.”
Adapun as sunnah
ialah, syara’ atau agama, dan petunjuk lahir batin yang diterima oleh sahabat
dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, lalu diterima oleh para tabi’in
dari mereka, kemudian diikuti oleh para pemimpin umat dan ulama-ulama yang adil
yang menjadi tokoh panutan, dan oleh orang-orang yang menempuh jalan mereka
sampai hari kiamat nanti.
Berdasarkan hal
inilah maka orang yang benar-benar mengikuti as sunnah disebut sebagai ahli
sunnah. Merekalah yang sosok dengan kenyataan tersebut.
Sementara nama al
jama’ah, karena mereka berpegang pada pesan Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam untuk setia pada jama’ah atau kebersamaan. Mereka bersama-sama sepakat
atas kebenaran, dan berpegang teguh padanya. Mereka mengikuti jejak langkah
jama’ah kaum muslimin yang berpegang teguh pada as sunnah dari generasi
sahabat, tabi’in, dan para pengikut mereka. Mengingat mereka bersama-sama
bersatu dalam kebenaran, bersama-sama bersatu ikut pada jama’ah, bersama-sama
bersatu taat pada pemimpin mereka, bersama-sama bersatu melakukan jihad,
bersama-sama bersatu tunduk kepada para penguasa kaum muslimin, bersama-sama
bersatu mengerjakan yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, bersama-sama
bersatu mengikuti as sunnah, dan bersama-sama bersatu meninggalkan berbagai
perbuatan bid’ah, perbuatan yang terdorong oleh keinginan-keinginan nafsu,
serta perbuatan yang mengundang perpecahan, maka merekalah jama’ah sejati yang
mendapat perhatian Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa sebenarnya ahlussunah wal jama’ah itu ?
2. Bagaimana sejarah lahir nya ahlussunah wal jama’ah ?
3. Prinsip-prinsip apa yang di pegang oleh ahlussunah wal jama’ah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama'ah
1.
Pengertian as-Sunnah Secara Bahasa (Etimologi)
As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata: "sanna
yasinnu", dan "yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu
yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan)
perkara.
As-Sunnah juga mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan /metode/
pandangan hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela.
Seperti sabda Rasulullah SAW,
"Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum
kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta."(HR. Al-Bukhari
dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu
Sa'id al-Khudri).
Lafazh "sanana" maknanya adalah (pandangan hidup mereka
dalam urusan agama dan dunia).
"Barangsiapa memberi contoh suatu sunnah (perilaku) yang baik
dalam Islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang
mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sesuatu apapun dari pahala mereka.
Dan barang siapa memberi contoh sunnah (perilaku) yang jelak dalam Islam
...." (HR. Muslim).
2.
Pengertian as-Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu petunjuk yang telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para
Sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, ‘aqidah, perkataan, perbuatan maupun
ketetapan.
As-Sunnah juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang
berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah.Lawan kata "sunnah" adalah
"bid'ah".
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya barang siapa yang hidup
diantara kalian setelahkau, maka akan melihat perselisihan yang banyak.Maka
hendaknya kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah para Khulafa-ur
Rasyidin dimana mereka itu telah mendapat hidayah." (Shahih Sunan Abi
Dawud oleh Syaikh al-Albani
3.
Pengertian Jama'ah Secara Bahasa
(Etimologi)
Jama'ah diambil dari kata "jama'a" artinya mengumpulkan
sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti kalimat
"jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya); "fajtama'a" (maka
berkumpul).
Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'"
(perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq" (perceraian) dan juga
lawan kata dari "furqah" (perpecahan).
Jama'ah adalah sekelompok orang banyak; dan dikatakan juga sekelompok
manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.
4.
Pengertian Jama'ah Secara Istilah (Terminologi):
Yaitu kelompok kaum muslimin ini, dan mereka adalah pendahulu ummat
ini dari kalangan para sahabat, tabi'in dan orang-orang yang mengikuti jejak
kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan
Al-Qur-an dan As-Sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh
oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun bathin.
Allah Ta'ala telah memeringahkan kaum Mukminin dan menganjurkan
mereka agar berkumpul, bersatu dan tolong-menolong.Dan Allah melarang mereka
dari perpecahan, perselisihan dan permusuhan. Allah SAW berfirman:
"Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai." (Ali Imran: 103).
Dia berfirman pula, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka." (Ali Imran: 105).
Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya agama ini akan terpecah
menjadi tujuh puluh tiga (golongan), tujuh puluh dua tempatnya di dalam Neraka
dan satu tempatnya di dalam Surga, yaitu ‘al-Jama'ah." (Shahih Sunan Abi
Dawud oleh Imam al-Albani
Jadi Ahlus Sunnah
wal Jama'ah, adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad SAW,
para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak dan jalan mereka, baik
dalam hal ‘aqidah, perkataan maupun perbuatan, juga mereka yang istiqamah
(konsisten) dalam ber-ittiba' (mengikuti Sunnah Nabi SAW) dan menjauhi
perbuatan bid'ah. Mereka itulah golongan yang tetap menang dan senantiasa
ditolong oleh Allah sampai hari Kiamat.Oleh karena itu mengikuti mereka
(Salafush Shalih) berarti mendapatkan petunjuk, sedang berselisih terhadapnya
berarti kesesatan.
Ahlus Sunnah wal
Jama'ah mempunyai karakteristik dan keistimewaan, diantaranya :
a.
Mereka mempunyai sikap
wasathiyah (pertengahan) di antara ifraath (melampaui batas) dan tafriith
(menyia-nyiakan); dan di antara berlebihan dan sewenang-wenang, baik dalam
masalah ‘aqidah, hukum atau akhlak. Maka mereka berada di pertengahan antara
golongan-golongan lain, sebagaimana juga ummat ini berada dipertengahan antara
agama-agama yang ada.
b.
Sumber pengambilan pedoman bagi
mereka hanyalah al-Qur-an dan as-Sunnah, Mereka pun memperhatikan keduanya dan
bersikap taslim (menyerah) terhadap nash-nashnya dan memahaminya sesuai dengan
manhaj Salaf.
c.
Mereka tidak mempunyai iman
yang diagungkan, yang semua perkataannya diambil dari meninggalkan apa yang
bertentangan dengan kecuali perkataan Rasulullah SAW. Dan Ahli Sunnah itulah
yang paling mengerti dengan keadaan Rasulullah SAW perkataan dan perbuatannya.
Oleh karena itu, merekalah yang paling mencintai sunnah, yang paling peduli
untuk mengikuti dan paling lolal terhadap para pengikutnya.
d.
Mereka meninggalkan
persengketaan dan pertengkaran dalam agama sekaligus menjauhi orang-orang yang
terlibat di dalamnnya, meninggalkan perdebatan dan pertengkaran dalam
permasalahan tentang halal dan haram. Mereka masuk ke dalam dien (Islam) secara
total.
e.
Mereka mengagungkan para
Salafush Shalih dan berkeyakinan bahwa metode Salaf itulah yang lebih selamat,
paling dalam pengetahuannya dan sangat bijaksana.
f.
Mereka menolak ta'wil
(penyelewengan suatu nash dari makna yang sebenarnya) dan menyerahkan diri
kepada syari'at, dengan mendahulukan nash yang shahih daripada akl (logika)
belaka dan menundukkan akal di bawah nash.
g.
Mereka memadukan antara
nash-nash dalam suatu permasalahan dan mengembalikan (ayat-ayat) yang
mutasyabihat (ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian/tidak jelas) kepada
yang muhkam (ayat-ayat yang jelas dan tegas maksudnya).
h.
Mereka merupakan figur
teladan orang-orang yang shalih, memberikan petunjuk ke arah jalan yang benar
dan lurus, dengan kegigihan mereka di atas kebenaran, tidak membolak-balikkan
urusan ‘aqidah kemudian bersepakat atas penyimpangannya. Mereka memadukan
antara ilmu dan ibadah, antara tawakkal kepada Allah dan ikhtiar
(berusaha), antara berlebih-lebihan dan wara' dalam urusan dunia, antara cemas
dan harap, cinta dan benci, antara sikap kasih sayang dan lemah lembut kepada
kaum mukminin dengan sikap keras dan kasar kepada orang kafir, serta tidak ada
perselisihan diantara mereka walaupun di tempat dan zaman yang berbeda.
i.
Mereka tidak menggunakan
sebutan selain Islam, Sunnah dan Jama'ah.
j.
Mereka peduli untuk menyebarkan
‘aqidah yang benar, agama yang lurus, mengajarkannya kepada manusia, memberkan
bimbingan dan nasehat kepadanya serta memperhatikan urusan mereka.
k.
Mereka adalah orang-orang yang
paling sabar atas perkataan, ‘aqidah dan dakwahnya.
l.
Mereka sangat peduli terhadap
persatuan dan jama'ah, menyeru dan menghimbau manusia kepadanya serta
menjauhkan perselisihan, perpecahan dan memberikan peringatan kepada manusia
dari hal tersebut.
m.
Allah Ta'ala menjaga mereka
dari sikap saling mengkafirkan sesama mereka, kemudian mereka menghukumi orang
selain mereka berdasarkan ilmu dan keadilan.
n.
Mereka saling mencintai dan
mengasihi sesama mereka, saling tolong menolong diantara mereka, saling
menutupi kekurangan sebagian lainnya. Mereka tidak loyal dan memusuhi kecuali
atas dasar agama.
Secara garis
besarnya, ahlus sunnah wal jama'ah adalah manusia yang paling baik akhlaknya,
sangat peduli terhadap kesucian jiwa mereka dengan berbuat ketaatan
kepada Allah Ta'ala, paling luas wawasannya, paling jauh pandangan, paling
lapang dadanya dengan khilaf (perbedaan pendapat) dan paling mengetahui tentang
adab-adab dan prinsip-prinsip khilaf.
5.
Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Secara Ringkas
Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah
Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada.
Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan
menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah,
petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.
Dengan demikian, maka definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak keluar
dari definisi Salaf. Dan sebagaimana telah dikemukakan bahwa salaf ialah
mereka yang mengenalkan Al-Qur-an dan berpegang teguh dengan As-Sunnah. Jadi
Salaf adalah Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Nabi SAW. Dan ahlus sunnah adalah
Salafush Shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka.
Inilah pengertian yang lebih khusus dari Ahlus Sunnah wal
Jama'ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli bid'ah dan
orang-orang yang mendikuti keinginan nafsunya, seperti Khawarij,
Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah, Murji'ah, Rafidhah (Syiah) dan lain-lainnya
dari ahli bid'ah yang meniru jalan mereka.
Maka sunnah adalah lawan kata bid'ah, sedangkan jama'ah lawan kata
firqah (gologan). Itulah yang dimaksudkan dalam hadits-hadits tentang kewajiban
berjama'ah dan larangan bercerai-berai.
B.
Lahirnya Nama Ahlus Sunnah Waljamaah
Dahulu di zamaan
Rasulullaah SAW.kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak
ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah
pimpinan dan komando Rasulullah SAW.
Bila ada masalah
atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada
Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai
terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.2)
Kemudian
setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan
puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut
hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah,
meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan
oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus
faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para
sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar,
sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran
Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin
terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli
bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah
(Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan
terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa
yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW.bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang
terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah
Waljamaah.Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti
sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai
dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga
(al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku
(Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian
akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh
Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam.
Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah
itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah,
Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran
Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian
akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam
Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali.Begitu pula sebelum timbulnya
ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu
diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang
yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi.
Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.1)
C.
Karakteristik Dan Aspek
Cakupan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Ahli Sunnah wal
Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh
dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash
Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran Ahlussunnah
Wal Jama’ah. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengikuti rumusan yang
telah digariskan oleh ulama salaf.
1.
Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam
rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi.
- Dalam masalah amaliyah
badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab
al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali.
- Bidang
tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan
Imam al-Ghazali.
Jika sekarang
banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama’ah maka
mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah
mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.
Dilingkunagn Ahlussunnah
Wal Jama’ah sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu
sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya
perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan
Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal
Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah
sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal
ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benar, maka
ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan
satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah
walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan,
memfasikkan atau membid'ahkan.
Sebagaimana
dinyatakan dimuka, bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah sebenarnya bukanlah madzhab
tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang
didalamnya masih memuat banyak aliran dan madzhab. Faham tersebut sangat
lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin
dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan
porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak
kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang
mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan
perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah,
akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Adapun kelompok
yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu
metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh
secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui
pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini
sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara
lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah
Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
Wal hasil salah
satu karakter Ahlussunnah Wal Jama’ah yang sangat dominan adalah "Selalu
bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam
mengemas Ahlussunnah Wal Jama’ah pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil
setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang
Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh
Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari
merumuskan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yang lebih condong pada
rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula
usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang
tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran Ahlussunnah
Wal Jama’ah. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa Ahlussunnah
Wal Jama’ah sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga
merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
D.
Al-Firqotun Najiyah Adalah Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah
Pada masa
kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum muslimin itu adalah
umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya :
Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian,
maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al-Anbiyaa : 92).
Maka kemudian
sudah beberapa kali kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum
muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun mereka
belum pernah berhasil.Telah berkata kaum munafiq.
“Artinya :
Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah,
supaya mereka bubar”.
Yang demikian
tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin,
mufassirin dan fuqaha.Mereka termasuk sebagai ulama tabi’in dan pengikut para
tabi’in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka.Juga disebabkan masih
kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah
menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik
dari segi hujjah maupun kekuatannya.
Setelah
berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk
beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu
ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan
pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka
semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai
ragam golongan dan ajaran.Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut
bergabung dalam rangka merusak persatuan umat.Hal itu terus berlangsung hingga
zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Walaupun demikian
kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam
yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada
dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang
keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah
karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para
penentangnya.
Sesungguhnya
kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa
sahabat Radhiyallahu ‘anhum bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh
beliau.
“Artinya : Mereka
yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani
hari ini2)
Prinsip-prinsip
tersebut teringkas dalam butir-butir berikut :
1. Prinsip Pertama
Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruk.
a.
Iman kepada Allah
Beriman kepada Allah artinya berikrar
dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beriti’qad dan beramal dengannya
yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat.
Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah
baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia
itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
b.
Beriman kepada Para
Malaikat-Nya
Yakni membenarkan adanya para
malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak mahluk
Allah, diciptakan dari cahaya.Allah mencitakan malaikat dalam rangka untuk
beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini,
sebagaimana difirmankan Allah.
“Artinya : ….Bahkan malaikat-malaikat
itu adalah mahluk yang dumuliakan, mereka tidak mendahulu-Nya dalam perkataan
dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya”. (Al-Anbiyaa : 26-27).
“Artinya : Allahlah yang menjadikan
para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat ; Allah
menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki”. (Faathir : 1)
c.
Iman kepada Kitab-kitab-Nya
Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab
Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan
cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah
sebagai petunjuk bagi seluruh manusia.Dan bahwasanya yang paling agung diantara
sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan
Al-Qur’an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni
Al-Qur’an yang merupakan mu’jizat yang agung.Allah berfirman.
“Artinya : Katakanlah (Hai Muhammad)
: ‘sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
Al-Qur’an niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka
saling bahu membahu”. (Al-isra : 88)
d.
Iman Kepada Para Rasul
Yakni membenarkan semua rasul-rasul
baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang pertama
sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
e.
Iman Kepada Hari Akhirat
Yakni membenarkan apa-apa yang akan
terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan
Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni’mat kubur, hari kebangkitan dari kubur,
hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya
segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau
kiri, tentang jembatan (sirat), serta syurga dan neraka. Disamping itu keimanan
untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan
sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya.
Dan sungguh telah mengingkari adanya
hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi
dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan
tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah.
“Artinya : Dan mereka (Yahudi dan
Nashara) berkata : ‘Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yahudi dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka ……”.(Al-Baqarah :
111).
f.
Iman kepada taqdir.
Yakni beriman bahwasanya Allah itu
mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan
menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi,
baik maupun buruk, kafir, iman, ta’at, ma’shiyat, itu telah dikehendaki,
ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta’atan
dan membenci kemashiyatan.
Sedang hamba Allah itu mempunyai
kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
mengantar mereka pada keta’atan atau ma’shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti
kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang
mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki
pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba
itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan
pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan
kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah
kedua pendapat di atas dengan firman-Nya.
“Artinya : Dan kamu tidak bisa
berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya”. (At-Takwir : 29)
Dengan ayat ini Allah menetapkan
adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang
ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan
bantahan atas golongan Qodariyah.Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan
sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari
segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji.bahkan dapat mendorong
orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah,
takut dan malas.
2. Prinsip Kedua
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah :
bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah
dengan keta’atan dan berkurang dengan kema’shiyatan, maka iman itu bukan hanya
perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan
keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah
(mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu
merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran. Allah berfirman.
“Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena kedzoliman dan
kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka
lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu”. (An-Naml : 14)
“Artinya : ……. karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan
tetapi orang-orang yang dzolim itu menentang ayat-ayat Allah”. (Al-An’aam : 33)
“Artinya : Dan kaum ‘Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi
kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syetan menjadikan mereka
memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah
padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam” (Al-Ankabut : 38)
Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan
dan keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan
golongan Murji’ah ; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman
sebagaimana tersebut dalam firman-Nya.
“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka
yang apabila ia disebut nama Allah tergetar hatinya, dan apabila dibacakan
ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal,
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang
telah dikaruniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang mu’min yang sebenarnya
…” (Al-Anfaal : 2-4).
“Artinya : Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian”
(Al-Baqarah : 143).
3. Prinsip Ketiga
Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali
apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya.Adapun perbuatan
dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai
kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar
tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak
sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam
kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku
tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan
Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya …” (An-Nisaa
: 48).
Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah ini berada di
tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa
besar walau bukan termasuk syirik dan Murji’ah yang mengatakan si pelaku dosa
besar sebagai mu’min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti
suatu dosa/ma’shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu
perbuatan ta’at dengan adanya kekafiran.
4. Prinsip Keempat
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
wajibnya ta’at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan
untuk berbuat kema’skshiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan
ma’shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta’atinya namun tetap wajib
ta’at dalam kebenaran lainnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta’atlah kamu kepada Allah
dan ta’atlah kepada Rasul serta para pemimpin diantara kalian …” (An-Nisaa :
59)
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa
kepada Allah dan mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian seorang
hamba”.(Telah terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits ‘Irbadh bin
Sariyah tentang nasihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para
sahabatnya).
Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa ma’shiyat kepada
seorang amir yang muslim itu merupakan ma’shiyat kepada Rasul Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya.
“Artinya : Barangsiapa yang ta’at kepada amir (yang muslim) maka dia
ta’at kepadaku dan barangsiapa yang ma’shiyat kepada amir maka dia ma’shiyat
kepadaku”.(Dikelaurkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4 Juz 12 hal. 223 atas
Syarah Nawawi).
Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama’ah-pun memandang bolehnya
shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasehati serta medo’akan mereka
untuk kebaikan dan keistiqomahan.
5. Prinsip Kelima
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah haramnya
keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka
melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan
kufur.Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang wajibnya ta’at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma’shiyat dan
selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas.Berlainan dengan
Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang
melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang
hal tersebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar.Sedang pada kenyataannya,
keyakinan Mu’tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena
menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan,
perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.
6. Prinsip Keenam
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu ‘anhum
sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika
mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka.
“Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan :
Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami
dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada
orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi
Maha Penyayang”. (Al-Hasyr : 10).
Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma’in. Barangsiapa
yang mencela salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada
keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam
silsilah seperti ini.
7. Prinsip Ketujuh
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan sabdanya.
“Artinya : Sesunnguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli
baitku”.( Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu
Abi ‘Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629).
Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai
ibu kaum mu’minin Radhiyallahu ‘anhunna wa ardhaahunna
Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak
atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh
berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah
kepada mereka.Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi
manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah
berfirman.
“Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa
mendatangkan kemadlaratan dan manfaat bagi kalian”. (Al-Jin : 21).
Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya.
Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu
keyakinan yang bathil.
8. Prinsip Kedelapan
Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut
daintaranya Mu’tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari
sesuatu yang diketahuinya.Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian
manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan
berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk
karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan
para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas,
Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para
hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa
diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud
untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber
pada keta’atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma’shiyat.
9. Prinsip Kesembilan
Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa
dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin
dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin
maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana
wasiat Rasulullah dalam sabdanya.
“Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah
khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk”.(Telah terdahulu takhrijnya).
Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapapun
terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah.Oleh karena itu mereka dinamakan
Ahlul Kitab Was Sunnah.Setelah mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka
mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut
dasar yang pertama ; yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala hal yang
diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah.Allah
telah berfirman.
“Artinya : Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada
Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik
akibatnya”. (An-Nisaa : 59)
Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema’shuman seseorang selain
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka tidak berta’ashub pada
suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan
As-Sunnah.Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam
ijtihadnya.Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah
memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul ‘ilmi. 3)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah
Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada.
Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan
menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah,
petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.
2. Yang masuk dalam golongan ini adalah mereka yang mengikuti sunah
nabi Muhammad SAW (Ahussunah)dan sahabat para Nabi ( Jamaah ). Pendiri aliran
ini adalah Abu al-Hasan al- Asy'ari di Basrah dan Abu Mansur al-Maturidi di
Samarkand.
3. Konstribsi islam dalam perdamaian dunia dan regional,sedemikian
besar dalam sejarah umat manusia.menurut islam,tujuan utama penciptaan manusia
adalah saling mengenal dan hidup damai.untuk hal ini kita akan mengacu pada
sejumlah ayat al-quran.ahlusunnah merupakan golongan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA
Shaleh
al-fauzan. 2006. Prinsip-prinsip ahlussunah wal jamaah. Maktab dakwah dan
bimbingan jaliyat rabwan.
Guhuraby,al,Ali Musthafa, Tarikh al-Firaq
al-islami wa Nasy’atuilmi al-Kalam ‘inda
al-Muslim, Maktaba’ah, Mesir, tanpa tahun.
Shubhi, Ahmad Mahmud, Fi Ilm al-Kalam, Bagian I,
al-Tsaqafah al-Jami’ah, cet. IV, 1982.
Amidy, al, Ghayah al, Maram fi Ilm al,Kalam,
al-Majlis al-‘ala li Syu’un al-Islamiyah, al-Qahirah, 1971.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar