BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Tema Good
Corporate Governance ini, menjadi tema yang sering dibicarakan dan diskusikan
di Indonesia belakangan ini, terutama sejak era reformasi, substansi dari tema
ini adalah terkelolanya manajemen perusahaan secara fair, independen,
transparansi, akuntabilitas dan dan wajar.
Sejak terjadinya era reformasi banyak orang meyakini bahwa manajemen birokrasi dan pengelolaan perusahaan dan organisasi di zaman orde baru jauh dari sifat-sifat good corporate governance. Bahkan penulis meyakini hal tersebut juga menjadi penyakit kronis sampai saat ini, walaupun banyak orang yang sudah sadar bahwa hal itu harus diperbaiki. Bahkan kasus krisis financial di Amerika Serikatpun bagian dari krisis dalam pengelolaan organisasi yang sudah kronik.
Seiring dengan berkembang pesatnya ekonomi syariah, maka diyakini ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang paling terbuka dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di atas.
Sejak terjadinya era reformasi banyak orang meyakini bahwa manajemen birokrasi dan pengelolaan perusahaan dan organisasi di zaman orde baru jauh dari sifat-sifat good corporate governance. Bahkan penulis meyakini hal tersebut juga menjadi penyakit kronis sampai saat ini, walaupun banyak orang yang sudah sadar bahwa hal itu harus diperbaiki. Bahkan kasus krisis financial di Amerika Serikatpun bagian dari krisis dalam pengelolaan organisasi yang sudah kronik.
Seiring dengan berkembang pesatnya ekonomi syariah, maka diyakini ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang paling terbuka dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance di atas.
A.
Rumusan
masalah
B.
Tata kelola perusahaan (good corporate governance)
C. Prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan
D. Bagaimana
melaksanakan tata kelola perusahaan sesuai GCG
E. Tata
kelola birokrasi
F.
Tata kelola korporasi
B.
Tujuan
penilisan
1. Agar
mengetahui tata kelola perusahaan(GCG)
2. Agar
mengetahui prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
3. Agar
mengetahui bagaimana melakasana tata kelola perusahaan(GCG)
4. Agar
mengetahui tata kelola birokrasi
5. Agar
mengetahui tata kelola korporasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tata kelola perusahaan (good corporate governance)
tata
kelola perusahaan(good corporate governance) adalah suatu keharusan bagi setiap
perusahaan untuk memiliki visi dan misi dari keberadaanya.
Visi
dan misi merupakan peryataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha yang
di lakukan.
Tentunya
suatu kegiatan yang terencana baik dan terprogram dapat tercapai dengan
keberadaan sistem tata kelola perusahaan yang baik pula.selain itu, perlu di
bentuk kerjasama tim yang baik dan solid dengan berbagai pihak, terutama dari
seluruh jajaran karyawan dan top manajemen.
Sistem tata kelola organisai
perusahaan yang baik ini menuntut di bangunnya dan di jalankanya
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan dalam proses manajerial
perusahaan.dengan mengenal prinsi-prinsip yang berlaku secara universal ini di
harapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat
bagi para stakeholdernya.
B.
Prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan
Sejak
di perkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate governance berikut ini
telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia,termasuk
indonesia.prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin, sehingga dapat
berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan diselaraskan dengan sistem
hukum,aturan atau tata nil ai yang berlaku di negara masing-masing.
Prinsip-prinsip
tata kelola perusahaan yang baik ini antara lain :
1. Akuntabilitas
( accountability)
Prinsip
ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan
direksi beserta kewajiban –kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholder
lainnya.dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelola perusahaan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham(share
holder).
Sedangkan
komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan
nasihat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan
dapat tercapai.pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan
dalam rangka pengelola perusahaan.
2. Pertanggung
jawab (responsibility)
Prinsip
ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan
kegiatannya secara bertanggung jawab.sebagai pengelola perusahaan hendaknya di
hindari segala biaya transaksi yang berpotensi yang merugikan pihak ketiga
maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah sepakati, seperti tersirat pada
undang-undang, regulasi, kontrak maupun pedoman operasional bisnis perusahaan.
3. Keterbukaan ( transparancy )
Dalam
prinsip ini, informasi harus diungkapkan antara lain keadaan keungaan, kinerja
keuangan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. audit yang di lakukan secara
independen.keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui
keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
4. Kewajaran
( fairness)
Seluruh
pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yan
adil dari perusahaan.peberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang
praktik-praktik tercela yang di lakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak
lain. Setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan
transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
5. Kemandirian
( independency )
Prinsip
ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri
sesuai peran dan fungsi yang di milikinya tanpa ada tekanan-tekanan dari pihak
mana punyang tidak sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang
berlaku.tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap
memberikan pengakuan terhadap pengakuan terhadap hak stake holder
Yang
ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.
C.
Bagaimana
melaksanakan tata kelola perusahaan sesuai GCG
Dalam
praktinya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik ini perlu dibangun
dan dikembangkan secara bertahap.perusahaan harus membangun sistem pedoman tata
kelola perusahaan yang akan dikembangkannya. Demikian juga dengan
karyawan,mereka perlu memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik yang akan dijalankan
perusahaan.untuk memudahkan memberikan gambaran bagaimana prinsip-prinsip GCG
tersebut akan di bangun, dipahami dan di laksanakan,berikut ini diberikan
beberapa acuan praktis yang perlu di kembangkan lebih lanjut di masing-masing
perusahaan.
acuan
ini diuraikan mengikuti urutan butir-butir prinsip GCG yang telah dibahas
diatas:
Ø Accountability:
1. Pimpinan,
manajer, dan karyawan perusahaan telah engetahui visi, misi , tujuan dan
target-target operasioal di perusahaan.
2. Pimpinan,
manajer, karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami peran, tugas
tanggung jawab masing-masing.
Ø Responsibility
1. Pimpinan,
manajer, dan karyawan perushaan telah mengetahui dan memahami seluruh peraturan
perusahaan yang berlaku.
2. Pimpinan,
manajer, dan karyawan perusahaan telah menerapkan sistem tata nilai dan budaya
perusahaan yang di anut perusahaan.
Ø Transparancy
dan disclosure:
1. Bahwa
berbagai pemegang kepentingan ( manajamen,karyawan, pelanggan) dapat melihat
dan memahami proses dalam pengambilan keputusan manajerial diperusahaa.
2. Pemegang
saham berhak memperoleh informasi keuangan perushaan yang relevan secara
berkala dan teratur.
Ø Fairness:
1. Pengelola
dan kyariawan perusahaan akan memerhatikan kepentingan seluruh stakeholder
secara wajar menurut ketentuan yang berlaku umum.
2. Perlakuan
adil kepada seluruh pihak pemegang kepentingan ( nasabah, pelanggan, pemilik
dalam memberikan pelayanan dan informasi.
Ø Independency:
1. Keputusan
pimpinan perusahaan hendaknya lepas dari kepentingan berbagai pihak yang
merugikan perusahaa.
2. Proses
pengambilan keputusan di perusahaan telah
dilakukan secara objektif untuk kepentingan perusahaan.
D.
Tata
kelola birokrasi
Birokrasi
juga dioperasikan oleh serangkaian aturan serta prosedur yang bersifat tetap.
Terdapat rantai komando berupa hirarki kewenangan di mana tanggung jawab setiap
bagian-bagiannya 'mengalir’dari’atas'ke'bawah.'
Selain itu,
birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan Civil Service
(pelayanan publik). Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh
eksekutif, dan posisi mereka ini 'datang dan pergi.' Artinya, mereka-mereka
duduk di dalam birokrasi kadang dikeluarkan atau tetap dipertahankan berdasarkan
prestasi kerja mereka. Seorang pegawai birokrasi yang malas biasanya akan
mendapat teguran dari atasan, yang jika teguran ini tidak digubris, ia
kemungkinan besar akan diberhentikan dari posisinya. Namun, jika seorang
pegawai menunjukkan prestasi kerja yang memuaskan, ada kemungkinan ia akan
dipromosikan untuk mendapat posisi yang lebih tinggi (tentunya dengan gaji dan
kewenangan yang lebih besar pula).
Karakteristik
birokrasi yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber
antara lain:
1. Organisasi
yang disusun secara hirarkis
2. Setiap
bagian memiliki wilayah kerja khusus.
3. Pelayanan
publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih,
di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang
pendidikan, atau pengujian (examination).
Ditinjau
secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal
yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi
yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap
tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan
pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.
Departemen-departemen
dalam kabinet terdiri atas beberapa beberapa lembaga birokrasi yang dibedakan
menurut tugasnya. Ada departemen tenaga kerja, departemen pertahanan, atau
departemen pendidikan. Tugas utama dari departemen-departemen ini adalah
melaksanakan kebijaksanaan umum yang telah digariskan oleh lembaga eksekutif
maupun yudikatif.
Agen-agen
federal merupakan kepanjangan tangan dari lembaga kepresidenan. Ia dibentuk
berdasarkan pilihan dari presiden yang tengah memerintah, oleh sebab itu
sifatnya lebih politis ketimbang murni administratif. Organisasi NASA di sana
merupakan salah satu contoh dari agen-agen federal. Contoh dari birokrasi ini
juga diposisikan oleh FBI (Federal Bureau Investigation). Di Indonesia
agen-agen seperti ini misalnya Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Korporasi-korporasi
federal merupakan birokrasi yang memadukan antara posisinya sebagai agen
pemerintah sekaligus sebagai sebuah lembaga bisnis. Di Indonesia contoh yang
paling endekati adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Meskipun negara
(eksekutif) terkadang masih merupakan pihak yang paling menentukan dalam
pengangkatan pejabatnya, tetapi secara umum sebagai sebuah lembaga bisnis ia
memiliki otoritas untuk menentukan jenis modal dan juga memutuskan apakah
perusahaan akan melakukan pemekaran organisasi atau sebaliknya, perampingan. Di
Indonesia, contoh dari korporasi-korporasi milik negara ini misalnya Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA), Garuda Indonesia Airways (GIA), Perusahaan Listrik
Negara (PNL) atau Bank Mandiri.
Agen-agen
Pengaturan Independen, sebagai jenis birokrasi yang terakhir, merupkan
birokrasi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan untuk menyelenggarakan regulasi
ekonomi terhadap dunia bisnis, di mana penyelenggaraan tersebut berkaitan
secara langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia kini dibentuk
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang berfungsi untuk melakukan
rekstrukturisasi kalangan bisnis tanah air yang di masa lalu dianggap banyak
merugikan keuangan negara, dan secara lebih jauh, kesejahteraan masyarakat
Indonesia akibat, katakanlah, 'kredit-kredit macet' mereka. Selain itu, contoh
bisa kita sebutkan misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), dan sejenisnya.
Peran
Birokrasi dalam Pemerintahan Modern
Michael G.
Roskin, et al. meneyebutkan bahwa fungsi birokrasi itu adalah :
1.
Administrasi
Fungsi
administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan,
perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan
bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang
telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif.
Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu
negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna
mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
Birokrasi
sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok
khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh
yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani
kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri
dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi
negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi
public service ini.
3. Pengaturan
(regulation)
Fungsi
pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan
kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi
biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus
kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan
pada dua pilihan ini.
Selain
Roskin, et.al., Andrew Heywood juga mengutarakan sejumlah fungsi yang melekat
pada birokrasi. Bagi Heywood, fungsi dari birokrasi adalah
1.Pelaksanaan
Administrasi.
Fungsi ini
serupa dengan yang diutarakan Roskin, et.al, bahwa fungsi utama birokrasi
adalah mengimplementasikan atau mengeksekusi undang-undang dan kebijakan
negara. Sehubungan dengan fungsi ini, Heywood membedakan 2 peran di tubuh
pemerintah. Pertama, peran pembuatan kebijakan dalam mana peran ini ada di
tangan politisi. Kedua, peran pelaksanaan kebijakan dalam mana peran ini ada di
tangan birokrat. Sebab itu, kerap disebut bahwa suatu rezim pemerintahan
disebut dengan “administrasi.” Misalnya administrasi Gus Dur, administrasi
Sukarno, administrasi SBY, atau administrasi Barack Obama. Ini akibat
kenyataan, suatu kebijakan baru akan “terasa” jika telah dilaksanakan. Fungsi
administrasi, oleh karena itu, merupakan fungsi sentral dari birokrasi negara.
2.Stabilitas
Politik
Birokrasi
berperan sebagai stabilitator politik dalam arti fokus kerja mereka adalah
stabilitas dan kontinuitas sistem politik. Peran ini utamanya kentara di
negara-negara berkembang dalam mana pelembagaan politik demokrasi mereka masih
kurang handal.
Ø Visi dan
Misi
Visi
reformasi birokrasi adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik tahun
2025
Misi adalah:
1. Membentuk
dan atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum
tata kelola pemerintahan yang baik.
2. Memodernisasi
birokrasi pemerintahan dengan optimalisasi pemakaian teknologi informasi dan
komunikasi.
3.
Mengembangkan budaya, nilai-nilai kerja dan perilaku yang positif.
Tujuan Umum,
membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan:
1. Integritas
Tinggi
2.
Produktivitas Tinggi dan Bertanggungjawab
3. Kemampuan
Memberikan Pelayanan yang Prim
Tujuan
Khusus, membangun/memberntuk:
1. Birokrasi
yang Bersih
2. Birokrasi
yang Effisien, Efektif dan Produktif
3. Birokrasi
yang Transparan
E. Tata kelola korporasi
Sejak krisis
ekonomi, wacana tata kelola korporasi mengemuka. Tetapi lain wacana lain
realitanya. Survei Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang dilakukan
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) bersama majalah SWA
menunjukkan realita menyedihkan. Belum lagi masuk substansi survei, tingkat
partisipasi responden menunjukkan begitu inferiornya isu tata kelola di
kalangan perusahaan publik.
Pada survei
keempat tahun 2004, dari sekitar 330 perusahaan yang tercatat di BEJ, hanya 22
perusahaan yang bersedia menjadi responden. Sejak survei pertama, perusahaan
yang bersedia mengikuti survei selalu kurang dari 10 persen dari total
perusahaan publik di BEJ. Tahun 2001 responden hanya 22 emiten, tahun 2002
menjadi 33 emiten, dan tahun 2003 hanya 34 emiten yang bersedia menjadi
responden.
Bagi orang
yang sedikit belajar tentang tata kelola korporasi, kenyataan ini tidak terlalu
mengejutkan. Di mana pun, tata kelola korporasi pada setiap perusahaan secara
individual merupakan cermin sistem tata kelola secara nasional. Dengan kata
lain, tata kelola secara mikro (micro- governance) amat ditentukan tata kelola
secara makro (macro-governance). Sehingga, di tengah amburadulnya tata kelola
pemerintahan selama ini, wajar tata kelola korporasi tidak berkembang baik.
Selama ini,
tata kelola korporasi sering hanya direduksi dalam pengertian mikro, seperti
didefinisikan dalam prinsip-prinsip tata kelola, seperti transparansi,
independensi, kewajaran, akuntabilitas, dan responsibilitas. Ada pula penilaian
tata kelola korporasi, masih dalam skala mikro, dari struktur kepemilikan
(ownership structure), kehadiran komisaris independen atau sistem penggajian
eksekutif.
Pertama-tama,
tata kelola korporasi merupakan konsep makro. Kita mengira model perusahaan
negara (BUMN) dan perusahaan keluarga menjadi masalah utama inefisiensi
sebagaimana terjadi di negara kita. Padahal, BUMN lazim di Singapura, sementara
di Taiwan dan Hongkong model perusahaannya berbasis keluarga. Mengapa mereka
tetap efisien dan kita tidak? Jawabannya, mereka memiliki sistem nasional yang
baik dalam tata kelola korporasi. Tata kelola korporasi tidak semata ditentukan
oleh kualitas tiap perusahaan, tetapi terlebih oleh sistem makro yang
melingkupinya.
Dengan
begitu, asumsi di balik privatisasi sejumlah BUMN sering tidak relevan.
Privatisasi dan tata kelola korporasi adalah dua hal berbeda dan bisa tidak
saling berhubungan. Dalam sistem nasional yang korup, privatisasi justru
menimbulkan persoalan baru. Pertama, privatisasi berisiko menjadi ladang
korupsi. Kedua, masuknya investor asing melalui privatisasi kemungkinan besar
akan berdampak positif bagi kinerja individu perusahaan, tetapi jika sistem
nasional masih korup, bisa jadi investor baru akan memindahkan usahanya ke
negara lain.
Kerangka
macro-governance amat penting menanggapi indikasi korupsi di sejumlah BUMN yang
kini berkasnya di tangan Tim pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Tugas utama tim baru yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
2005 ini menguak tindak pidana korupsi di sejumlah BUMN dan lembaga pemerintah
lainnya.
Tentang
BUMN, dari 158 perusahaan dengan aset Rp 1,313 triliun, hanya menghasilkan laba
Rp 25 triliun. Bahkan ada 13 BUMN terus merugi. Dikorupsi atau tidak, faktanya
BUMN sebagai unit bisnis amat buruk. Parahnya, kinerja buruk menimpa BUMN besar
seperti Pertamina, Garuda Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, dan
Perhutani.
BUMN perlu
diprivatisasi, tetapi privatisasi bukan satu-satunya solusi. Dalam
macro-governance yang baik, siapa pun pemilik perusahaan: negara atau keluarga,
swasta asing atau lokal, tidak penting. Yang lebih penting, membangun tata
kelola secara makro. Dan dalam konteks ini, peran lembaga seperti KPK dan
Tipikor menjadi sangat signifikan.Ke mana kita?
Dua hal perlu
diperhatikan dalam membangun tata kelola korporasi. Secara mikro perlu
dilakukan penataan ulang, seperti privatisasi dan divestasi guna memengaruhi
kepemilikan, mengganti dirut, menghadirkan komisaris independen, menyusun
sistem penggajian, dan sebagainya. Juga penerapan prinsip "normatif"
tata kelola korporasi, seperti transparansi, independensi, kewajaran,
akuntabilitas, dan responsibilitas perlu digalakkan.
Namun, tak
ada artinya mengembangkan micro-governance tanpa membangun macro-governance.
Pemburuan terhadap koruptor perlu dilanjutkan di segala level, baik di BUMN
maupun lembaga pemerintah. Pada gilirannya, sektor swasta akan terpengaruh
secara positif.
Saat ini,
Tipikor tengah berkonsentrasi membenahi BUMN. Namun, pemerintah juga pernah
amat menentukan nasib perusahaan swasta melalui BPPN (Badan Penyehatan
Perbankan Nasional). Cukup beralasan dalam usaha membangun kualitas kelembagaan
yang baik, pemberantasan korupsi juga diarahkan ke lembaga yang pernah begitu
berkuasa ini.
Bisa
dipastikan, seluk-beluk korupsi di KPU tidak sebanding dengan rumit dan
besarnya indikasi korupsi yang melanda BPPN. Tidaklah adil bagi anggota KPU
yang harus menghadapi tuduhan dan cercaan, sementara petinggi BPPN, meski sudah
berlalu, tidak pernah disentuh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah di atas maka dapat di simpulkan bahwa tata kelola
perusahaan, birokrasi, dan korporasi itu dapat di lihat dari:Tata kelola
perusahaan (good corporate governance), prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan(GCG), bagaimana melaksanakan tata kelola perusahaan sesuai tata GCG,
sedangkan tata kelola birokrasi itu Birokrasi
juga dioperasikan oleh serangkaian aturan serta prosedur yang bersifat tetap.
Terdapat rantai komando berupa hirarki kewenangan di mana tanggung jawab setiap
bagian-bagiannya 'mengalir’dari’atas'ke'bawah.'
Disini
birokrasi berasal dari kata Biro (meja) dan Kratein (pemerintahan), yang jika
disintesakan berarti pemerintahan Meja. Tentu agak 'lucu' pengertian seperti
ini, tetapi memang demikianlah hakikat birokrasi oleh sebab lembaga inilah
tampak kaku yang dikuasai oleh orang-orang di belakang meja.
Tata kelola
korporasi itu dapat kita lihat contoh dalam sehari-hari ketika dugaan korupsi
dalam penyaluran kredit di Bank Mandiri senilai lebih dari Rp 1 triliun
mencuat, saya berdiskusi dengan rekan mahasiswa doktoral di Universitas Paris I
yang juga seorang wartawan sebuah harian terkemuka di Jakarta. Saat itu, Neloe
diperkirakan tak mungkin masuk bui.
Sungguh
surprised, Neloe bersama dua direktur, I Wayan Pugeg (Wakil Dirut) dan M Sholeh
Tasripan (Direktur Corporate Banking), menjadi tersangka.
Bagi orang yang tidak berada di Tanah Air, penangkapan "orang-orang penting" bagai cerita detektif. Berita penangkapan petinggi Bank Mandiri beriringan dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Bagi orang yang tidak berada di Tanah Air, penangkapan "orang-orang penting" bagai cerita detektif. Berita penangkapan petinggi Bank Mandiri beriringan dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
DAFTAR
PUSTAKA
Bartono ,
P.H.,S.E.2005. Today business ethics,
jakarta:Elek Media komputindo.
Budiman,
Arief, dkk.1999.Corporate social
responsibilty.jakarta:ICSD.
Budiman,
Arif.1990.sistem perokonomian pancasila
dan ideologi ilmu sosial di indonesia.jakarta:Gramedia pustaka utama.
DeGegeorge,R.2002.Business Ethics, upper saddle river.
N.J.Prentice Hall 5 th edition.
Djojohadikusumo,
Sumitro.1991. Perkembangan Pemikiran
ekonomi. Jakarta: Yayasan obor indonesia.
Ernawati,DR.
Erni R.2007.Bussines Ethics.Bandung:Afabeta
Franz Magins
suseno.1991.Etika,yogjakarta:kanisius.
Griffin,RW
& Pustay,MW.2005. Internasional
Bussines,New Jersey:Prentice Hall International.
Keraf,A.Sony.1998.Etika Bisnis tumtutan dan Relevansinya.Jakarta:kanisius.
Mubyarto.1998.
Sistem dan Moral Ekonomi. Jakarta:
LP3ES
Philips,
Kotler. 2002. Marketing Management.New
Jersey: Prentice Hall, Pearson, Education International.
Pieris,john
dan jim, Nizam. 2007. Etika bisnis dan
Good Corporate Governance. Jakarta: pelangi Cendika.
Rudito,Bambang
dan Famiola, Melia. 2007 . Etika Bisnis
dan tanggung Jawab Sosial Perusahaan di indonesia.Jakarta:Rekayasa Sain.
Suprapto,R.
2004. Pancasila Menjawab Globalisasi.Jakarta:Yayasan
Taman Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar