KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat sehat sehingga
makalah yang sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik, Alhamdulillah.kedua
kalinya tak lupa pula kami haturkan solawat beserta salam atas keharibaan junjungan
alam nabi kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah sehingga kita
dapat mengecap indah nya nikmat iman dan islam seperti sekarang ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan kami tugas walaupun
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu besar harapan kami akan kritik dan saran
yang sifat nya membangun untuk tercapainya makalah yang lebih baik dari yang
telah kami buat ini. kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang ingin memperdalam pengetahuan nya tentang mu’tazilah atau sekedar menambah
wawasan.
Pancor, Oktober, 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR-------------------------------------------------- i
DAFTAR
ISI----------------------------------------------------------- ii
BAB
I PENDAHULUAN--------------------------------------------- 1
A.Latar
belakang----------------------------------------------- 1
B.
Rumusan Masalah------------------------------------------- 2
C.Tujuan-------------------------------------------------------- 2
BAB
II PEMBAHASAN---------------------------------------------- 3
A.Pengertian mu’tazilah---------------------------------------- 3
B.Munculnya
Kelompok Atau Golongan Mu’tazilah---------- 3
C.Ajaran-Ajaran
Mu’tazilah------------------------------------ 5
D.Tokoh-Tokoh
Aliran Mu’tazilah----------------------------- 9
E.
Versi Tentang Nama Mu’tazilah--------------------------- 13
BAB
III KESIMPULAN--------------------------------------------- 15
DAFTAR
PUSTAKA------------------------------------------------ 16
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak aliran dan mazhab yang timbul sepanjang sejarah
umat Islam. Mulai dari timbulnya aliran berlatarbelakang politik, yang kemudian
aliran tersebut berevolusi dan memicu kemunculan aliran bercorak akidah (
teologi ), hingga bermacam mazhab Fikih, Ushul Fikih dan ilmu-ilmu keislaman
lainnya.
Pemikiran-pemikiran
para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari Allah sehingga banyak ajaran Islam
yang tidak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka mereka Berbicara
perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi
perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah kemudian
muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah syiar akal
dan kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi orang-orang yang
tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar.
sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran
kelompok ini. akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya
yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya. Akibat dari hal
itu bermunculanlah kebidahan-kebidahan yang semakin banyak dikalangan kaum
muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan
gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini
terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih
mendahulukan akal dan
Oleh
karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya
agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mu’tazilah
yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih
dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan
kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.
Bermunculanlah
pada era dewasa ini pemikiran mu’tazilah dengan nama-nama yang yang cukup
menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah.
Modernisasi pemikiran. Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya yang
mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari
pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman
dan pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar
diketahui penyimpangan dan penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan
kali ini dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan mu’tazilah?
2. Bagaimana
asal usul kemunculan mu’tazilah?
3. Apa saja
dan bagaimana ajaran mu’tazilah?
4. Siapa
saja tokoh-tokoh aliran mu’tazilah?
5. Bagaiman
versi tentang nama mu’tazilah?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa yang di maksud dengan mu’tazilah
2.
Untuk
Mengetahui asal usul kemunculan mu’tazilah
3.
Untuk
mengetahui bagaimana ajaran mu’tazilah
4.
Untuk
Mengetahui tokoh-tokoh aliran mu’tazilah
5.
Untuk
mengetahui beberapa versi tentang nama mu’tazilah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian mu’tazilah
Mu’tazilah merupakan salah satu
aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis
islam,
disamping maturidiyah samarkand. Aliran ini muncul sekitar abad pertama
hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan
dan kebudayaan islam. disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam
agama bertemu dikota ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam,
semakin banyak pula musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal
umat islam secara politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis. mereka
yang non islam merasa iri melihat perkembangan islam begitu pesat sehingga
berupaya untuk menghancurkannya. adapaun hasarat untuk menghancurkan islam dikalangan
peneluk islam sendiri.
B. Munculnya golongan atau kelompok
Mu’tazilah
Sejarah munculnya mu’tazilah kelompok pemuja akal ini
muncul di kota Bashrah ( IraQ ), pada abad ke – 2 Hijriyah , antara tahun 105 –
110 H , tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan
khalifa Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah
mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi
Al-Ghozzal . nah kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa
muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam
Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah
awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan
Guru , dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Seiring
dengan bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian
banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku
filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat
itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang
berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As
Sunnah )(1).
Oleh karena itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu
mereka berbunyi: “Akal lebih didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah
dan Ijma’) dan akal-lah sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat
bertentangan dengan akal menurut persangkaan mereka-maka sungguh syariat
tersebut harus dibuang atau ditakwil(2). (Ini merupakan kaidah yang batil,
karena kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah akan perintahkan
kita untuk merujuk kepadanya ketika terjadi perselisihan. Namun kenyataannya
Allah perintahkan kita untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah,
sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa: 59. Kalaulah akal itu lebih
utama dari syariat maka Allah tidak akan mengutus para Rasul pada tiap-tiap
umat dalam rangka membimbing mereka menuju jalan yang benar sebagaimana yang
terdapat dalam An-Nahl: 36. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka
akal siapakah yang dijadikan sebagai tolok ukur?! Dan banyak hujjah-hujjah lain
yang menunjukkan batilnya kaidah ini.
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala
yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau
menjauhkan diri secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan.
1.
Golongan pertama, (disebut
Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebahai
kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani
pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah,
Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang
mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian
masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis
seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh dikemudian hari.
2.
Golongan kedua, (disebut
Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di
kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini
muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah
tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah II
inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki
banyak versi.
C.
Ajaran
Ajaran Mu’tazilah
Menurut Al-Bagdady dalam kitabnya ( al-Farqu bainal Firaqi ) aliran
Mu’tazilah terpecah-pecah menjadi 22 golongan, ,dua diantaranya dianggap telah
keluar dari Islam. Meskipun terpecah-pecah, namun semuanya masih tergabung
dalam kelima pokok ajaran mereka, yaitu :
1.
Tauhid
( pengesaan ).
Tauhid adalah dasar Islam pertama dan utama.
Sebenarnya tauhid tauhid ini bukan milik khusus golongan Mu’tazilah, tetapi
karena mereka menafsirkannya sedemikian rupa dan mempertahankannya dengan
sungguh-sungguh maka mereka terkenal sebagai ahli tauhid.
Mereka
berlandaskan pada pernyataan Al-Qur’an yang berbunyi:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya: “tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia”(QS. Asy syuraa 9)
2.
Al-Adl
( keadilan ).
Dasar keadilan ialah meletakkan pertanggungan jawab
manusia atas segala perbuatannya. Dengan dasar keadilan ini mereka menolak
pendapat golongan Jibriyyah yang mengatakan bahwa manusia dalam segala
perbuatannya tidak mempunyai kebebasan, bahkan menganggap suatu kezaliman
menjatuhkan siksa kepadanya.
3.
Wa’ad
wal Wa’id ( janji ancaman ).
Prinsip ini adalah kelanjutan prinsip keadilan yang
harus ada pada Tuhan. Golongan Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan
memberikan pahala dan ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau neraka pasti
dilaksanakan, karena Tuhan sudah
menjanjikan demikian. Siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan
kebaikan pula. Tidak ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat.
Sebagaimana yang mereka (aliran
mu’tazilah) katakan:
ثُمَّ رَبَطُوْاالَّثـوَابَ وَالْعِقَابَ بِالأَعْمِالِ رَبَطًا حَتْمًا,
وَغَلاَ بَعْضُهَمْ فِى الَّتعْبِـيْرِ فَـقَالَ ؛ يَجِبُ عَلىَ اللهِ أنْ
يُثـْبِتَ الْمُطِيْعَ وَيُعَاقَبَ مُرْتَكِبَ الْكَثِيْرَةِ, فَصَاحِبُ
الْكَبِيْرَةِ إذَا مَاتَ وَلَمْ يَتُبْ لاَيَجُوْزُ أنْ يَعْفُوَااللهُ عَنْهُ
لأَنَّهُ أوْعَدَ بِالْعِقَابِ عَلىَ الْكَبَائِرِ وَأخْبَرَ بِهِ. فَلَوْلَمْ
يُعَاقِبْ لَزَمَ الْخَلْفُ فِى وَعِيْدِهِ, وَلأَنَّ الـَّطاعَاتِ وَالأَمْرَ
بِهَا وَالْمَعَاصِى وَالـَّنهْيَ عَنْهَا. (هذا قول
الإعتزال أي لقوم المعتـزلة)
Yang artinya: ”kemudian mereka menghubngkan dengan
ikatan yang kuat antara pahala dan siksaan itu dengan amat perbuatan. Sebagian
Mu’tazilah keterlaluan pendiriannya, mengatakan: wajib bagi Allah memberi
pahala bagi orang yang taat dan menyiksa orang berdosa besar. Orang yang
berdosa besar apabila meninggal dan tidak bertaubat, Allah tidak boleh
mengampuninya, karena Allah telah mengancam siksaan atas orang yang berdosa
besar. Kalau seandainya tak menyiksanya, berarti Allah mengingkari ancaman-Nya.
Taat kepada-Nya adalah perintah dan maksiat adalah larangan-Nya. (perkataan
iktizal atau kaum mu’tazilah).
Jadi, jika kita berlaku baik dan tidak melanggar apa
yang telah tuhan berikan, maka Tuhan akan memberikan semua janji-janji-Nya,
yakni Surga. Berlaku begitu juga sebaliknya siapa yang melanggar maka neraka
selalu menanti.
Kata-kata تَوْبَة
ًًنَصُوْحًا (taubat yang sebenar-benarnya) itu berlaku dalam
aliran mu’tazilah. Ini bertujuan mendorong manusia agar berbuat baik dan tidak
berbuat dosa.
4.
Al-Manizilah
baina al-Manzilatain ( tempat di antara dua tempat ).
Prinsip ini sangat penting yang
karenanya Wasil bin Ata’ memisahkan diri dari Hasan Basri. Wasil memutuskan
bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak mu’min tidak pula
kafir, tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri
antara iman dan kafir.Sebagaimana yang telah diucapkan
oleh aliran iktizal (kaum mu’tazilah) ialah:
إِنَّ
الْكَبَائِرَ بَعْضَهَا يَصِلُ مِنْ كِبْرِهِ إلىَ حَدِّ الْكُـفْرِ, فَمَنْ
شـَبَّهَ اللهُ بِخَلْقِهِ أوْ جَوَّزّهُ فِى حُكْمِهِ أوْ كَذَّبَهُ فِى خَبَرِهِ
فَقَدْ كَفَرَ, وَهُنَاكَ كَبَائِرُ أقـَلُّ مِنْهَا الْمَنْزِلَةُ. وَهَذِهِ
الْكَبَائِرُ يُسَمَّى مُرْتَكِبُهَا فَاسِقًا, وَالْفِسْقُ مَنْزِلَة ٌ بَيْنَ
الْمَنْزِلَتَيْنِ, لاَ كُفْرَ وِلاَ إيْمَانَ, فَـالْفَاسِقُ لَيْسَ مُؤْمِنًا
وَلاَ كَافِرًا, بَلْ هُوَ فِى مَنْزِلَةٍ بَيْنَ الْمَنْزِلَتَـيْنِ. ( هذا قول
الإعتزال أي لقوم المعتـزلة )
Yang artinya: “sesungguhnya dosa besar sebagiannya
sampai ke batas kufur. Barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nyaatau
memperbolehkan sesuatu yang diharamkan atau mendustakan firman-Nya dia
benar-benar kufur. Ini adalah dosa besar, paling sedikit berada pada suartu
tempat. Dosa-dosa besar ini pelakunya dinamakan fasiq. Fasiq itu berada pada
suatu tempat di antara dua tempat, tidak kufur dan tidak pula beriman. Orang
yang fasiq bukan mukmin bukan pula kafir, tetapi dia berada pada suatu tempat
di antara dua tempat. (perkataan iktizal atau kaum mu’tazilah).
Maka dari perkataan di atas bahwa yang dimaksud bukan
mukmin mutlak karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan. Bukan
pula kafir mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, rasul-Nya dan masih
mengerjakan pekerjaan yang baik. Jika sebelum meinggal belum bertobat, maka ia
akan kekal di dalam neraka selamanya.
Fasik juga akan disiksa dengan dimasukan ke dalam
neraka. Namun, siksanya lebih ringan dari pada kafir. Inilah yang mendorong
agar manusia tidak menyepelekan perbuatan dosa, terutama dosa besar.
5.
Amar
ma’ruf nahi munkar ( perintah kebaikan dan melarang kejahatan ).
Prinsip
ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripad lapangan
kepercayaan atau tauhid. Banyak ayat-ayat Qur’an yang memuat prinsip ini.
Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap orang Islam untuk penyiaran agama dan
memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat. Sejarah menunjukkan betapa
hebatnya golongan Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan-kesesatan
yang tersebar luas pada permulaan masa Abbasiy, yang hendak menghancurkan
kebenaran-kebenaran Islam, bahkan tidak segan-segannya menggunakan kekerasan
dalam melaksanakan prinsip tersebut, meskipun terhadap golongan-golongan Islam
sendiri
Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan
lapangan fiqih daripada lapangan tauhied. Tapi sejarah menunjukkkan betapa
gigihnya kaum mu’tazilah itu mempertahankan Islam, memberantas kesesatan, untuk
melaksanakan suatu ‘amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaiman yang telah difirman
oleh Allah SWT.
.
وَلْتَـكُنْ
مِّنْكُمْ أمًّة ٌ يَّدْعُوْنَ إِلىَ الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ قلى وَأولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنِ (أل عمران ؛
١٠٤)
Dari ayat dia atas terdapat
syarat-syarat yang harus mukmin penuhi dalam melaksanakan amal ma’ruf nahi
munkar ini, yaitu :
1.
Mengetahi bahwa yang disuruh ialah
ma’ruf (benar) dan yang dilarang ialah munkar (kejelekan).
2.
Mengetahui kemungkaran telah nyata dilakukan
orang.
3.
Mengetahui perbuatan amal ma’ruf nahi
munkar tidak membawa mudarat yang lebih besar.
4.
Mengetahui/menduga bahwa tindakan
tidak membahayakan dirinya ataupun hartanya.
.
D. Tokoh-Tokoh Aliran Mu’Tazilah
1. Wasil bin Atha.
Wasil bin Atha adalah orang pertama
yang meletakkan kerangka dasar ajaran Muktazilah. Ada tiga ajaran pokok yang
dicetuskannya, yaitu paham al-manzilah bain al-manzilatain, paham Kadariyah
(yang diambilnya dari Ma’bad dan Gailan, dua tokoh aliran Kadariah), dan paham
peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian menjadi doktrin
ajaran Muktazilah, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain dan peniadaan
sifat-sifat Tuhan.
2. Abu Huzail al-Allaf.
Abu Huzail al-‘Allaf (w. 235 H),
seorang pengikut aliran Wasil bin Atha, mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama
di kotaBashrah. Lewat sekolah ini, pemikiran Mu’tazilah dikaji dan
dikembangkan. Sekolah ini menekankan pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek
pemikiran dan hukum Islam.
Aliran teologis ini pernah berjaya
pada masa Khalifah Al-Makmun (Dinasti Abbasiyah). Mu’tazilah sempat menjadi
madzhab resmi negara. Dukungan politik dari pihak rezim makin mengokohkan
dominasi mazhab teologi ini. Tetapi sayang, tragedi mihnah telah mencoreng
madzhab rasionalisme dalam Islam ini.
Abu Huzail al-Allaf adalah seorang
filosof Islam. Ia mengetahui banyak falsafah yunani dan itu memudahkannya untuk
menyusun ajaran-ajaran Muktazilah yang bercorak filsafat. Ia antara lain
membuat uraian mengenai pengertian nafy as-sifat. Ia menjelaskan bahwa Tuhan
Maha Mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya,
bukan Sifat-Nya; Tuhan Maha Kuasa dengan Kekuasaan-Nya dan Kekuasaan-Nya adalah
Zat-Nya dan seterusnya. Penjelasan dimaksudkan oleh Abu-Huzail untuk
menghindari adanya yang kadim selain Tuhan karena kalau dikatakan ada sifat
(dalam arti sesuatu yang melekat di luar zat Tuhan), berarti sifat-Nya itu
kadim. Ini akan membawa kepada kemusyrikan. Ajarannya yang lain adalah bahwa
Tuhan menganugerahkan akal kepada manusia agar digunakan untuk membedakan yang
baik dan yang buruk, manusia wajib mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi
perbuatan yang buruk. Dengan akal itu pula menusia dapat sampai pada pengetahuan
tentang adanya Tuhan dan tentang kewajibannya berbuat baik kepada Tuhan. Selain
itu ia melahirkan dasar-dasar dari ajaran as-salãh wa al-aslah.
3. Al-Jubba’i.
Al-Jubba’I adalah guru Abu Hasan
al-Asy’ari, pendiri aliran Asy’ariah. Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai
kalam Allah SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai
sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau
dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia berkuasa,
berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan dengan sifat-Nya. Lalu
tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke dalam dua kelompok, yakni
kewajiban-kewajiban yang diketahui manusia melalui akalnya (wãjibah ‘aqliah)
dan kewajiban-kewajiban yang diketahui melaui ajaran-ajaran yang dibawa para
rasul dan nabi (wãjibah syar’iah).
4. An-Nazzam
An-Nazzam : pendapatnya yang
terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak
berkuasa untuk berlaku zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari
gurunya, al-Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim
kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal yang
mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat zalim. Ia
berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh dan
tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari keadaan yang demikian. Ia juga
mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran
terletak pada kandungannya, bukan pada uslūb (gaya bahasa) dan balāgah
(retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah SWT. Kalam
adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar.
Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru dan tidak kadim.
5. Al- jahiz
Al- jahiz : dalam tulisan-tulisan
al-jahiz Abu Usman bin Bahar dijumpai paham naturalism atau kepercayaan akan
hukum alam yang oleh kaum muktazilah disebut Sunnah Allah. Ia antara lain
menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan
oleh manusia itu sendiri, malainkan ada pengaruh hukum alam.
6. Mu’ammar bin Abbad
Mu’ammar bin Abbad : Mu’ammar bin
Abbad adalah pendiri muktazilah aliran Baghdad. pendapatnya tentang kepercayaan
pada hukum alam. Pendapatnya ini sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan
bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi. Adapun al-‘arad atau
accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum
alam. Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang
dihasilkan oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan
hasil ciptaan Tuhan.
7. Bisyr al-Mu’tamir
Bisyr al-Mu’tamir: Ajarannya yang
penting menyangkut pertanggungjawaban
perbuatan manusia. Anak kecil baginya tidak dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya di akhirat kelak karena ia belum mukalaf. Seorang yang berdosa
besar kemudian bertobat, lalu mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat
siksa ganda, meskipun ia telah bertobat atas dosa besarnya yang terdahulu.
8. Abu Musa al-Mudrar
Abu Musa al-Mudrar : al-Mudrar
dianggap sebagai pemimpin muktazilah yang sangat ekstrim, karena pendapatnya
yang mudah mengafirkan orang lain.Menurut Syahristani,ia menuduh kafir semua
orang yang mempercayai kekadiman Al-Quran. Ia juga menolak pendapat bahwa di
akhirat Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala.
9. Hisyam bin Amr al-Fuwati
Hisyam bin Amr al-Fuwati : Al-Fuwati
berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada
wujudnya sekarang. Alas$an yang dikemukakan adalah tidak ada gunanya
menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang memasuki
surga dan neraka.
E. Versi Tentang Nama Mu’tazilah
Beberapa versi tentang pemberian
nama Mu’tazilah kepada golongan kedua ini berpusat pada peristiwa yang terjadi
antara wasil bin ata serta temannya, Amr bin Ubaid, dan hasan Al-Basri di
basrah. Ketika wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al Basri di
masjid Basrah., datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al
Basri tentang orang yang berdosa besar. Ketika Hasan Al Basri masih berpikir,
hasil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan “Saya berpendapat bahwa orang
yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada
pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian wasil
menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan pergi ke tempat lain di lingkungan
mesjid. Di sana wasil mengulangi pendapatnya di hadapan para pengikutnya. Dengan
adanya peristiwa ini, Hasan Al Basri berkata: “Wasil menjauhkan diri dari kita
(i’tazaala anna).” Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri dari
peristiwa inilah yang disebut kaum Mu’tazilah.
Versi lain dikemukakan oleh
Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya, Amr bin Ubaid bin Bab,
diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian diantara
mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan
diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu
tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini dinamakan
Mu’tazilah.
Versi lain dikemukakan Tasy Kubra
Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Da’mah pada suatu hari masuk mesjid
Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah
majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan
majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata, “ini
kaum Mu’tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mu’tazilah.
Al-Mas’udi memberikan keterangan
tentang asal-usul kemunculan Mu’tazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan
peristiwa antara Wasil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi nama Mu’tazilah,
katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan
pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-manjilah bain
al-manjilatain). Dalam artian mereka member status orang yang berbuat dosa
besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah di paparkan di atas maka dapat di tarik
kesimpulan sebagai berikut:
Ø Mu’tazilah merupakan salah satu
aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis
islam
Ø
Secara harfiah kata Mu’tazilah
berasal dari I’tazala yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang berarti
juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis,
Ø
Istilah Mu’tazilah menunjuk ada
dua golongan yaitu: golongan pertama disebut mu’tazilah golongan 1 muncul
sebagai respon politik murni dan golongan kedua di sebut mu’tazilah II muncul
sebagai respon persoalan teologis.
Ø Ada beberapa ajaran yang di ajarkan
oleh golongan Mu’tazilah yaitu:
Tauhid
( pengesaan ).
Al-Adl
( keadilan ).
Wa’ad
wal Wa’id ( janji ancaman ).
Al-Manizilah
baina al-Manzilatain ( tempat di antara dua tempat ).
Amar
ma’ruf nahi munkar (
perintah kebaikan dan melarang kejahatan ).
Ø Adapaun tokoh-tokoh mu’tazilah
yaitu: Wasil bin Atha, Abu Huzail al-Allaf, Al-Jubba’I, An-Nazzam, Al- jahiz,
Mu’ammar bin Abbad, Bisyr al-Mu’tamir, Abu Musa al-Mudrar, dan Hisyam bin Amr
al-Fuwati
Ø Aliran Mu’tazilah yang bercorak
rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan keras dari kelompok
tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal.
Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar
Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi
negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M.
DAFTAR PUSTAKA
Rojak
Abdul, Anwar Rosihon. ilmu kalam. 2007. Bandung: CV Pustaka Setia.
Jauhari,
Heri. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar