Daftar Blog Saya

Selasa, 27 Desember 2016

MAKALAH MUKTAZILAH












KATA PENGANTAR

Puji syukur  kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat sehat sehingga makalah yang sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik, Alhamdulillah.kedua kalinya tak lupa pula kami haturkan solawat beserta salam atas keharibaan junjungan alam nabi kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah sehingga kita dapat mengecap indah nya nikmat iman dan islam seperti sekarang ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing  yang telah memberikan kami tugas walaupun jauh dari kesempurnaan, maka dari itu besar harapan kami akan kritik dan saran yang sifat nya membangun untuk tercapainya makalah yang lebih baik dari yang telah kami buat ini. kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin memperdalam pengetahuan nya tentang mu’tazilah atau sekedar menambah wawasan.

                                                                      Pancor, Oktober, 2013

                                                                               Penulis



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR-------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------- ii
BAB I PENDAHULUAN--------------------------------------------- 1
A.Latar belakang----------------------------------------------- 1
B. Rumusan Masalah------------------------------------------- 2
C.Tujuan-------------------------------------------------------- 2
BAB II PEMBAHASAN---------------------------------------------- 3
A.Pengertian mu’tazilah---------------------------------------- 3
B.Munculnya Kelompok Atau Golongan Mu’tazilah---------- 3
C.Ajaran-Ajaran Mu’tazilah------------------------------------ 5
D.Tokoh-Tokoh Aliran Mu’tazilah----------------------------- 9
E. Versi Tentang Nama Mu’tazilah--------------------------- 13
BAB III KESIMPULAN--------------------------------------------- 15
DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------ 16


 BAB 1
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Banyak aliran dan mazhab yang timbul sepanjang sejarah umat Islam. Mulai dari timbulnya aliran berlatarbelakang politik, yang kemudian aliran tersebut berevolusi dan memicu kemunculan aliran bercorak akidah ( teologi ), hingga bermacam mazhab Fikih, Ushul Fikih dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Pemikiran-pemikiran para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari Allah sehingga banyak ajaran Islam yang tidak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka mereka Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah kemudian muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah syiar akal dan kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. akhirnya terpecahlah dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya. Akibat dari hal itu bermunculanlah kebidahan-kebidahan yang semakin banyak dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal dan
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mu’tazilah yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.
Bermunculanlah pada era dewasa ini pemikiran mu’tazilah dengan nama-nama yang yang cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan Aqlaniyah. Modernisasi pemikiran. Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar diketahui penyimpangan dan penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan kali ini dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan mu’tazilah?
2.      Bagaimana asal usul kemunculan mu’tazilah?
3.      Apa saja dan bagaimana ajaran mu’tazilah?
4.      Siapa saja tokoh-tokoh aliran mu’tazilah?
5.      Bagaiman versi tentang nama mu’tazilah?
C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan mu’tazilah
2.    Untuk Mengetahui asal usul kemunculan mu’tazilah
3.    Untuk mengetahui bagaimana ajaran mu’tazilah
4.    Untuk Mengetahui tokoh-tokoh aliran mu’tazilah
5.    Untuk mengetahui beberapa versi tentang nama mu’tazilah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian mu’tazilah
Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah samarkand. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama bertemu dikota ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak pula musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis. mereka yang non islam merasa iri melihat perkembangan islam begitu pesat sehingga berupaya untuk menghancurkannya. adapaun hasarat untuk menghancurkan islam dikalangan peneluk islam sendiri.
B.  Munculnya golongan atau kelompok Mu’tazilah
Sejarah munculnya mu’tazilah kelompok pemuja akal ini muncul di kota Bashrah ( IraQ ), pada abad ke – 2 Hijriyah , antara tahun 105 – 110 H , tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifa Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal . nah kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru , dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah )(1).
Oleh karena itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu mereka berbunyi: “Akal lebih didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’) dan akal-lah sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal menurut persangkaan mereka-maka sungguh syariat tersebut harus dibuang atau ditakwil(2). (Ini merupakan kaidah yang batil, karena kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah akan perintahkan kita untuk merujuk kepadanya ketika terjadi perselisihan. Namun kenyataannya Allah perintahkan kita untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa: 59. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah tidak akan mengutus para Rasul pada tiap-tiap umat dalam rangka membimbing mereka menuju jalan yang benar sebagaimana yang terdapat dalam An-Nahl: 36. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka akal siapakah yang dijadikan sebagai tolok ukur?! Dan banyak hujjah-hujjah lain yang menunjukkan batilnya kaidah ini.
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan.
1.    Golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh dikemudian hari.
2.    Golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah II inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki banyak versi.
C.  Ajaran Ajaran Mu’tazilah
Menurut Al-Bagdady dalam kitabnya ( al-Farqu bainal Firaqi ) aliran Mu’tazilah terpecah-pecah menjadi 22 golongan, ,dua diantaranya dianggap telah keluar dari Islam. Meskipun terpecah-pecah, namun semuanya masih tergabung dalam kelima pokok ajaran mereka, yaitu :
1.    Tauhid ( pengesaan ).
Tauhid adalah dasar Islam pertama dan utama. Sebenarnya tauhid tauhid ini bukan milik khusus golongan Mu’tazilah, tetapi karena mereka menafsirkannya sedemikian rupa dan mempertahankannya dengan sungguh-sungguh maka mereka terkenal sebagai ahli tauhid.
Mereka berlandaskan pada pernyataan Al-Qur’an yang berbunyi:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya: “tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”(QS. Asy syuraa 9)
2.    Al-Adl ( keadilan ).
Dasar keadilan ialah meletakkan pertanggungan jawab manusia atas segala perbuatannya. Dengan dasar keadilan ini mereka menolak pendapat golongan Jibriyyah yang mengatakan bahwa manusia dalam segala perbuatannya tidak mempunyai kebebasan, bahkan menganggap suatu kezaliman menjatuhkan siksa kepadanya.
3.    Wa’ad wal Wa’id ( janji ancaman ).
Prinsip ini adalah kelanjutan prinsip keadilan yang harus ada pada Tuhan. Golongan Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala dan ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau neraka pasti dilaksanakan, karena Tuhan sudah  menjanjikan demikian. Siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan pula. Tidak ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat.
Sebagaimana yang mereka (aliran mu’tazilah) katakan:

ثُمَّ رَبَطُوْاالَّثـوَابَ وَالْعِقَابَ بِالأَعْمِالِ رَبَطًا حَتْمًا, وَغَلاَ بَعْضُهَمْ فِى الَّتعْبِـيْرِ فَـقَالَ ؛ يَجِبُ عَلىَ اللهِ أنْ يُثـْبِتَ الْمُطِيْعَ وَيُعَاقَبَ مُرْتَكِبَ الْكَثِيْرَةِ, فَصَاحِبُ الْكَبِيْرَةِ إذَا مَاتَ وَلَمْ يَتُبْ لاَيَجُوْزُ أنْ يَعْفُوَااللهُ عَنْهُ لأَنَّهُ أوْعَدَ بِالْعِقَابِ عَلىَ الْكَبَائِرِ وَأخْبَرَ بِهِ. فَلَوْلَمْ يُعَاقِبْ لَزَمَ الْخَلْفُ فِى وَعِيْدِهِ, وَلأَنَّ الـَّطاعَاتِ وَالأَمْرَ بِهَا وَالْمَعَاصِى وَالـَّنهْيَ عَنْهَا. (هذا قول الإعتزال أي لقوم المعتـزلة)

Yang artinya: ”kemudian mereka menghubngkan dengan ikatan yang kuat antara pahala dan siksaan itu dengan amat perbuatan. Sebagian Mu’tazilah keterlaluan pendiriannya, mengatakan: wajib bagi Allah memberi pahala bagi orang yang taat dan menyiksa orang berdosa besar. Orang yang berdosa besar apabila meninggal dan tidak bertaubat, Allah tidak boleh mengampuninya, karena Allah telah mengancam siksaan atas orang yang berdosa besar. Kalau seandainya tak menyiksanya, berarti Allah mengingkari ancaman-Nya. Taat kepada-Nya adalah perintah dan maksiat adalah larangan-Nya. (perkataan iktizal atau kaum mu’tazilah).
Jadi, jika kita berlaku baik dan tidak melanggar apa yang telah tuhan berikan, maka Tuhan akan memberikan semua janji-janji-Nya, yakni Surga. Berlaku begitu juga sebaliknya siapa yang melanggar maka neraka selalu menanti.
Kata-kata تَوْبَة ًًنَصُوْحًا (taubat yang sebenar-benarnya) itu berlaku dalam aliran mu’tazilah. Ini bertujuan mendorong manusia agar berbuat baik dan tidak berbuat dosa.
4.    Al-Manizilah baina al-Manzilatain ( tempat di antara dua tempat ).
          Prinsip ini sangat penting yang karenanya Wasil bin Ata’ memisahkan diri dari Hasan Basri. Wasil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak mu’min tidak pula kafir, tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri antara iman dan kafir.Sebagaimana yang telah diucapkan oleh aliran iktizal (kaum mu’tazilah) ialah:

إِنَّ الْكَبَائِرَ بَعْضَهَا يَصِلُ مِنْ كِبْرِهِ إلىَ حَدِّ الْكُـفْرِ, فَمَنْ شـَبَّهَ اللهُ بِخَلْقِهِ أوْ جَوَّزّهُ فِى حُكْمِهِ أوْ كَذَّبَهُ فِى خَبَرِهِ فَقَدْ كَفَرَ, وَهُنَاكَ كَبَائِرُ أقـَلُّ مِنْهَا الْمَنْزِلَةُ. وَهَذِهِ الْكَبَائِرُ يُسَمَّى مُرْتَكِبُهَا فَاسِقًا, وَالْفِسْقُ مَنْزِلَة ٌ بَيْنَ الْمَنْزِلَتَيْنِ, لاَ كُفْرَ وِلاَ إيْمَانَ, فَـالْفَاسِقُ لَيْسَ مُؤْمِنًا وَلاَ كَافِرًا, بَلْ هُوَ فِى مَنْزِلَةٍ بَيْنَ الْمَنْزِلَتَـيْنِ. ( هذا قول الإعتزال أي لقوم المعتـزلة )

Yang artinya: “sesungguhnya dosa besar sebagiannya sampai ke batas kufur. Barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nyaatau memperbolehkan sesuatu yang diharamkan atau mendustakan firman-Nya dia benar-benar kufur. Ini adalah dosa besar, paling sedikit berada pada suartu tempat. Dosa-dosa besar ini pelakunya dinamakan fasiq. Fasiq itu berada pada suatu tempat di antara dua tempat, tidak kufur dan tidak pula beriman. Orang yang fasiq bukan mukmin bukan pula kafir, tetapi dia berada pada suatu tempat di antara dua tempat. (perkataan iktizal atau kaum mu’tazilah).
Maka dari perkataan di atas bahwa yang dimaksud bukan mukmin mutlak karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan. Bukan pula kafir mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, rasul-Nya dan masih mengerjakan pekerjaan yang baik. Jika sebelum meinggal belum bertobat, maka ia akan kekal di dalam neraka selamanya.
Fasik juga akan disiksa dengan dimasukan ke dalam neraka. Namun, siksanya lebih ringan dari pada kafir. Inilah yang mendorong agar manusia tidak menyepelekan perbuatan dosa, terutama dosa besar.
5.    Amar ma’ruf nahi munkar ( perintah kebaikan dan melarang kejahatan ).
Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripad lapangan kepercayaan atau tauhid. Banyak ayat-ayat Qur’an yang memuat prinsip ini. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap orang Islam untuk penyiaran agama dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat. Sejarah menunjukkan betapa hebatnya golongan Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan-kesesatan yang tersebar luas pada permulaan masa Abbasiy, yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan tidak segan-segannya menggunakan kekerasan dalam melaksanakan prinsip tersebut, meskipun terhadap golongan-golongan Islam sendiri
Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripada lapangan tauhied. Tapi sejarah menunjukkkan betapa gigihnya kaum mu’tazilah itu mempertahankan Islam, memberantas kesesatan, untuk melaksanakan suatu ‘amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaiman yang telah difirman oleh Allah SWT.
.
 وَلْتَـكُنْ مِّنْكُمْ أمًّة ٌ يَّدْعُوْنَ إِلىَ الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ قلى وَأولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنِ (أل عمران ؛ ١٠٤)

Dari ayat dia atas terdapat syarat-syarat yang harus mukmin penuhi dalam melaksanakan amal ma’ruf nahi munkar ini, yaitu :
1.      Mengetahi bahwa yang disuruh ialah ma’ruf (benar) dan yang dilarang ialah munkar (kejelekan).
2.       Mengetahui kemungkaran telah nyata dilakukan orang.
3.      Mengetahui perbuatan amal ma’ruf nahi munkar  tidak membawa mudarat yang lebih besar.
4.      Mengetahui/menduga bahwa tindakan tidak membahayakan dirinya ataupun hartanya.
.

D.  Tokoh-Tokoh Aliran Mu’Tazilah
1.    Wasil bin Atha.
Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar ajaran Muktazilah. Ada tiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham al-manzilah bain al-manzilatain, paham Kadariyah (yang diambilnya dari Ma’bad dan Gailan, dua tokoh aliran Kadariah), dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian menjadi doktrin ajaran Muktazilah, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.
2.    Abu Huzail al-Allaf.
Abu Huzail al-‘Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin Atha, mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama di kotaBashrah. Lewat sekolah ini, pemikiran Mu’tazilah dikaji dan dikembangkan. Sekolah ini menekankan pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek pemikiran dan hukum Islam.
Aliran teologis ini pernah berjaya pada masa Khalifah Al-Makmun (Dinasti Abbasiyah). Mu’tazilah sempat menjadi madzhab resmi negara. Dukungan politik dari pihak rezim makin mengokohkan dominasi mazhab teologi ini. Tetapi sayang, tragedi mihnah telah mencoreng madzhab rasionalisme dalam Islam ini.
Abu Huzail al-Allaf adalah seorang filosof Islam. Ia mengetahui banyak falsafah yunani dan itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-ajaran Muktazilah yang bercorak filsafat. Ia antara lain membuat uraian mengenai pengertian nafy as-sifat. Ia menjelaskan bahwa Tuhan Maha Mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya, bukan Sifat-Nya; Tuhan Maha Kuasa dengan Kekuasaan-Nya dan Kekuasaan-Nya adalah Zat-Nya dan seterusnya. Penjelasan dimaksudkan oleh Abu-Huzail untuk menghindari adanya yang kadim selain Tuhan karena kalau dikatakan ada sifat (dalam arti sesuatu yang melekat di luar zat Tuhan), berarti sifat-Nya itu kadim. Ini akan membawa kepada kemusyrikan. Ajarannya yang lain adalah bahwa Tuhan menganugerahkan akal kepada manusia agar digunakan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, manusia wajib mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk. Dengan akal itu pula menusia dapat sampai pada pengetahuan tentang adanya Tuhan dan tentang kewajibannya berbuat baik kepada Tuhan. Selain itu ia melahirkan dasar-dasar dari ajaran as-salãh wa al-aslah.
3.    Al-Jubba’i.
Al-Jubba’I adalah guru Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran Asy’ariah. Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke dalam dua kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui manusia melalui akalnya (wãjibah ‘aqliah) dan kewajiban-kewajiban yang diketahui melaui ajaran-ajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wãjibah syar’iah).
4.    An-Nazzam
An-Nazzam : pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk berlaku zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal yang mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari keadaan yang demikian. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran terletak pada kandungannya, bukan pada uslūb (gaya bahasa) dan balāgah (retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah SWT. Kalam adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar. Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru dan tidak kadim.
5.    Al- jahiz
Al- jahiz : dalam tulisan-tulisan al-jahiz Abu Usman bin Bahar dijumpai paham naturalism atau kepercayaan akan hukum alam yang oleh kaum muktazilah disebut Sunnah Allah. Ia antara lain menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan oleh manusia itu sendiri, malainkan ada pengaruh hukum alam.
6.    Mu’ammar bin Abbad
Mu’ammar bin Abbad : Mu’ammar bin Abbad adalah pendiri muktazilah aliran Baghdad. pendapatnya tentang kepercayaan pada hukum alam. Pendapatnya ini sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi. Adapun al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam. Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Tuhan.
7.    Bisyr al-Mu’tamir
Bisyr al-Mu’tamir: Ajarannya yang penting menyangkut  pertanggungjawaban perbuatan manusia. Anak kecil baginya tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat kelak karena ia belum mukalaf. Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat, lalu mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat siksa ganda, meskipun ia telah bertobat atas dosa besarnya yang terdahulu.
8.    Abu Musa al-Mudrar
Abu Musa al-Mudrar : al-Mudrar dianggap sebagai pemimpin muktazilah yang sangat ekstrim, karena pendapatnya yang mudah mengafirkan orang lain.Menurut Syahristani,ia menuduh kafir semua orang yang mempercayai kekadiman Al-Quran. Ia juga menolak pendapat bahwa di akhirat Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala.
9.    Hisyam bin Amr al-Fuwati
Hisyam bin Amr al-Fuwati : Al-Fuwati berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada wujudnya sekarang. Alas$an yang dikemukakan adalah tidak ada gunanya menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang memasuki surga dan neraka.

E.   Versi Tentang Nama Mu’tazilah
Beberapa versi tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada golongan kedua ini berpusat pada peristiwa yang terjadi antara wasil bin ata serta temannya, Amr bin Ubaid, dan hasan Al-Basri di basrah. Ketika wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al Basri di masjid Basrah., datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al Basri tentang orang yang berdosa besar. Ketika Hasan Al Basri masih berpikir, hasil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan “Saya berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian wasil menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan pergi ke tempat lain di lingkungan mesjid. Di sana wasil mengulangi pendapatnya di hadapan para pengikutnya. Dengan adanya peristiwa ini, Hasan Al Basri berkata: “Wasil menjauhkan diri dari kita (i’tazaala anna).” Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri dari peristiwa inilah yang disebut kaum Mu’tazilah.
Versi lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya, Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini dinamakan Mu’tazilah.
Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Da’mah pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata, “ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mu’tazilah.
Al-Mas’udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mu’tazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Wasil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi nama Mu’tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-manjilah bain al-manjilatain). Dalam artian mereka member status orang yang berbuat dosa besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir.


BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah di paparkan di atas maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
Ø Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam
Ø Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis,
Ø Istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan yaitu: golongan pertama disebut mu’tazilah golongan 1 muncul sebagai respon politik murni dan golongan kedua di sebut mu’tazilah II muncul sebagai respon persoalan teologis.
Ø Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mu’tazilah yaitu:
Tauhid ( pengesaan ).
Al-Adl ( keadilan ).
Wa’ad wal Wa’id ( janji ancaman ).
Al-Manizilah baina al-Manzilatain ( tempat di antara dua tempat ).
Amar ma’ruf nahi munkar ( perintah kebaikan dan melarang kejahatan ).
Ø Adapaun tokoh-tokoh mu’tazilah yaitu: Wasil bin Atha, Abu Huzail al-Allaf, Al-Jubba’I, An-Nazzam, Al- jahiz, Mu’ammar bin Abbad, Bisyr al-Mu’tamir, Abu Musa al-Mudrar, dan Hisyam bin Amr al-Fuwati
Ø Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M.
DAFTAR PUSTAKA

Rojak Abdul, Anwar Rosihon. ilmu kalam. 2007. Bandung:  CV Pustaka Setia.
Jauhari, Heri. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:  CV Pustaka Setia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar