MAKALAH
Perbankan Syariah Indonesia
(konsep jual-beli dalam perbankan syariah)
Dosen Pengampu: M. Syafwan M.E.i
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT serta shalawat dan semoga tetap
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, Ahlul Bait seluruh sahabatnya.
Berkat rahmat maunahnya dari Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Konsep
jual-beli dalam perbankan syariah”.
Sebagai tugas mata kuliah Perbankan Syariah Indonesia.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak M. Safwan selaku Dosen
Pembimbing atas bimbingannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Teknis penulisan makalah ini, selain mengutip dari beberapa literature dalam
bentuk buku juga ada dari internet . Kami selaku penulis mengharapkan
saran dan kritikan baik dari disiplin ilmu hukum maupun ilmu ekonomi syariah.
Kami amat menghargai saran dan kritikan dari siapapun juga, sekaligus
mengucapkan terima kasih.
Hanya kepada Allah SWT penulis memohon ampunan dan
rahmat-Nya semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya, dan bagi pembaca pada
umumnya. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR
ISI ................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................. 2
A. Konsep jual beli dalam perbankan
syariah.......................................................... 2
B. Pengertian Murabahah........................................................................................ 2
C. Syarat dan Rukun Murabahah ............................................................................ 5
D. Multi Akad
Murabahah...
.................................................................................. 5
E.
Perbedaan Murabahah dengan Al-Bai’Bi Tsaman Ajil ..................................... 6
F. Salam……………………..................................................................................... 7
G.
Istiahna…………….............................................................................................. 9
BAB III : PENUTUP
........................................................................................ 11
A. Kesimpulan
..........................................................................................................11
B. Saran
....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Konsep jual beli dalam perbankan syariah mengandung
beberapa kebaikan antara lain pembiayaan yang di berikan selalu terkait dengan
sector rill, karena yang menjadi dasar adalah barang yang di perjual belikan.
Di samping itu harga sudah di sepakati tidak akan mengalami perubahan sampai
dengan berakhirnya akad. Di antara berbagai produk perbankan syariah di, produk jual
beli murabahah di perbankan syariah pada saat ini masih mendominasi
dibandingkan dengan produk bank syariah yang lain. Berdasarkan data dari
bank Indonesia akhir tahun 2010, jumlah pembiayaan perbankan syariah yang
menggunakan skim murabahah mencapai 61,7 persen dari total pembiyaan sebesar
Rp. 61,7 persen dari total pembiyaan. Selain itu adanya konsep salam dan
istihna dalam perbankan syariah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas dapat kita ambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sebenarnya konsep jual
beli dalam perbankan syari’ah..?
2. Apa pengertian Murabahah..?
3. Apa pengertian Salam..?
4. Apa pengertian istishna’..?
C. TUJUAN MASALAH
1. Memahami
konsep jual beli dalam perbankan syariah
2. Mengetahui
dan Memahami tentang murabahah
3. Memahami
pengertian salam
4. Mengetahui
dan memahami pengertian istishna’.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KONSEP
JUAL-BELI DALAM PERBANKAN SYARIAH
Konsep jual beli dalam perbankan syariah mengandung
beberapa kebaikan antara lain pembiayaan yang di berikan selalu terkait dengan
sector rill, karena yang menjadi dasar adalah barang yang di perjual belikan.
Di samping itu harga sudah di sepakati tidak akan mengalami perubahan sampai
dengan berakhirnya akad.
Produk pembiayaan perbankan syariah meliputi;
·
Bai’ al murabahah
·
Bai’ as salam
·
Bai’ al istishana’
B. PENGERTIAN MURABAHAH
Dalam bahasa Inggris disbut Trade
with markup or cost-plus sale ialah perdagangan dengan markup
atau-plus biaya penjualan. Murabahah secara sederhana adalah suatu penjualan
barang seharga barang trsebut ditambah keuntungan yang disepakati. Jadi
singkatnya, murabahah adaalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan
dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Murabahah adalah menjual barang
dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada
pembeli. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau secara
tangguh. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty
contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa reqiued rate profit-nya.
Menurut Sayyid Sabiq murabahah adalah akad jual beli yang ditambahkan
keuntungan dan disebutkan pada saat akad.
Murabahah adalah
istilah dalam fiqih islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika
penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan
biaya-biaya lainyang di keluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat
keuntungan (margin) yang di inginkan.
Tingkat
keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya
perolehan.pembayaran bias dilakukan secara spot (tunai) atau bias dilakukan di
kemudian hari yang disepakati bersama. Oleh karena itu, murabahah tidak
sendirinya mengandung konsep pembayaran tertunda (deferred payment), seperti
yang secara umum dipahami oleh sebagian orang yang mengetahui murabahah hanya
dalam hubungannya dengan transaksi pembiayaan di perbankan syariah, tetapi
tidak mengetahui fikih islam.
Rukun dari akad
murabahah yang harus di penuhi dalam transaksi yaitu:
1.
Pelaku akad yaitu ba’I
( penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk di jual dan musytari
(pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.
2.
Objek akad yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman
(harga).
3.
Shighah yaitu ijab dan Kabul.
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual
beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian
bentuk jual beli ini di gunakan oleh perbankan syariah dengan menambah konsep
lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan. Akan tetapi validitas transaksi
seperti ini tergantung pada beberapa syarat yang benar-benar harus di
perhatikan agar transaksi tersebut diterima secara syari’ah. Dalam pembiayaan
ini, bang sebagai pemilik dana membelikan barang sesuai dengan spesifikasi yang
di inginkan oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian menjualnya
kenasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah
akan mengembalikan utangnya di kemudian hari secara tunai maupun cicil.
Beberapa syarat
pokok murabahah menurut usmani antara lain sebagai berikut;
a)
Murabahah merupakan salah satu bentuk jual
beli ketika penjual secara eksaplisit menyatakan biaya perolehan barang yang
akan di juanya dan menjual kepada orang
lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang di inginkan.
b)
Tingkat keuntungan dalam murabahah
dapat di tentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau
persentase tertentu dari biaya.
c)
Semua biaya yang di keluarkan penjual dalam rangka memperoleh
barang, seperti biaya pengiriman,pajak dan sebagainya dimasukkan kedalam biaya
perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin keuntungan didasarkan pada
harga agregat ini. Akan tetapi peneluaran yang timbul karena usaha, seperti
gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya tidak dapat di masukkan kedalam
harga untuk suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang meng-cover peneluaran-pengeluaran tersebut.
d)
Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya
biaya perolehan barang dapat di tentukan secara pasti. Jika biaya biaMurabahah
dikatakan sah hanya ketika biaya biaya perolehan barang dapat di tentukan
secara pasti. Jika biaya biaya tidak dapat di pastikan, barang atau komoditas
tersebut tidak dapat dijual denga perinsup murabahah
Bentuk pembiayaan
ini bukan merupakan bentuk pembiayaan utama yang sesuai dengan syari’ah. Namun
dalam system ekonomi saat ini, terdapat kesulitan kesulitan dalam penerapan
murabahah dan musyarakah untuk pembiayaan beberapa sector. Oleh karena itu,
beberapa ulama kontemporer telah membolehkan penggunaan murabahah sebagai bentuk pembiayaan alternative dengan
syarat-syarat tertentu.
Dua hal yang
harus di perhatikan adalah (usmani 1999) sebagai berikut;
1)
Pada mulanya murabahah
bukan merupakan bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk menghindar dari “bunga’’ dan bukan merupakan instrument
ideal untuk mengemban tujuan riil ekonomi islam. Insterumen ini hanya digunakan
sebagai langkah transisi yang di ambil dalam proses islamisasi ekonomi, dan
penggunaannya hanya terbatas pada kasus-kasus ketika mudharabah dan musyarakah
tidak/belum dapat di terapkan.
2)
Murabahah muncul bukan hanya untuk
menggantikan “bunga’’ dengan “keuntungan’’, melainkan sebagai bentuk pembiayaan
yang di peroleh oleh ulama’ syariah dengan syarat-syarat tertentu. Pabila
syarat ini tidak di penuhi, maka murabahah
tidak boleh di gunakan dengan cacat menurut syari’ah.
Bentuk-bentuk akad murabahah antara
lain;
a)
Murabahah sederhana.
Mrabahah
sederhana adalah bentuk akad murabahah ketika pejual memasarkan barangnya
kepada pembeli dengan harga sesuai dengan harga perolehan di tambah marjin
keuntungan yang di inginkan.
b)
Murabahah kepada pemesan.
Bentu merabahah
ini melbatkan tiga pihak, yaitu; pemesan, pembeli, dan penjual. Bentuk jual ini
juga melibatkan pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau karena
kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk murabahah inilah yang di terapkan
oleh bank syariah dalam pembiayaan.
C.
SYARAT DAN RUKUN
MURABAHAH
1)
Syarat
Murabahah
a)
Penjual
memberitahu biaya modal kepada nasabah.
b)
Kontrak
pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c)
Kontrak harus
bebas riba.
d)
Penjual harus
menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e)
Penjual harus
menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya: jika
pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya
unsur keterbukaan.
2)
Rukun Murabahah
a) Transaktor (pihak yang bertransaksi)
b) Obyek murabahah
c) Ijab dan kabul.
3) Transaksi Murabahah dalam Perbankkan
1. Nasabah
memesan barang kepada bank.
2. Bank
membeli dan membayar barang kepada supplier.
3.
Supplier mengirim barang
kepada nasabah.
4.
Nasabah membayar kepada
bank (tunai maupun cicilan).
D.
MULTI AKAD MURABAHAH
Al-Bai’ Naqdan wal Murabahah Muajjal, bayar cicilan.
Dalam praktek
yang dilakukan oleh bank syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan
pesanan, sifatnya mengikat dengan pembayaran tangguh. Dalam perbankan, murabahah
lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam
transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran
dilakukan secara tangguh.
Dalam fiqih
klasik, penjual membeli barang langsung dari penjual pertama.
Dalam perbankan syariah, umumnya
aplikasinya sebagai berikut :
a) Bank melakukan pemesanan barang kepada
supplier, namun barang dikirim langsung kepada nasabah. Ini
dilakukan karena bank tidak memiliki gudang penyimpanan barang.
b) Nasabah membeli sendiri langsung dari
supplier selaku wakil bank.
Dalam hal ini bank melakukan akad wakalah dengan nasabah.
E. PERBEDAAN MURABAHAH DENGAN AL BAI’BI
TSAMAN AJIL
Bank Islam memiliki
produk-produk pembiayaan dengan prinsip pengambilan keuntungan yang terdiri
atas :
1.
Al Murabahah,
yaitu kontrak jual-beli
dimana barang yang diperjual-belikan tersebut diserahkan segera sedangkan harga
(pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) dibayar kemudian hari
secara sekaligus (lum sump defered payment). Dalam prakteknya, bank
bertindak sebagi penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar
secara tangguh dan lump sum.
2.
Al Bai’ Bitsaman Ajil,
yaitu kontrak al murabahah dimana barang yang
diperjual-belikan tersebut diserahkan dengan segera sedang harga
barang tersebut dibayar dikemudian hari secara angsuran (installment
deffered payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah hanya
saja kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran.
3.
Bai’ Salam,
yaitu kontrak jual-beli dimana harga atas
barang yang diperjual-belikan dibayar dimuka sebelum barang diserahkan kepada
pembeli (pre-paid purchase of goods). Melalui cara ini harga barang dibayar
dimuka pada waktu kontrak dibuat, tetapi penyerahan barang dilakukan beberapa
waktu kemudian.
F.
SALAM
Salam merupakan bentuk
jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari
(advanced payment atau forwad bunying atau puture sales) dengan harga,
spesifikasi, jumlah, kualitas, tinggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta
di sepakati sebelumnya dalam perjanjian.
Barang yang di
perjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus di produksi
terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk fungible (
barang yang dapat di perkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan
jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu mulia, lukisan
berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan
objek salam (al-0mar dan Abdel-Haq,1996). Resiko terhadap barang di perjual
belikan masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli
berhak untuk meneliti dan dapat menolak barang yang akan di serahkan apabila tidak
sesuai dengan spesipikasi awal yang di sepakati.
Salam diperbolehkan oleh
rasulallah SAW. Dengan beberapa syarat yang harus di penuhi. Tujuan utama dari
jual beli salam adalah untuk memenuhi kebutuhan para petani kecil yang
memerlukan modal untuk memulai masa tanam dan untuk menghidupi sampai waktu
panen tiba.setelah pelarangan riba, mereka tidak dapat lagi mengambil pinjaman
ribawi untuk keperluan ini sehingga diperbolehkan bagi mereka untuk menjual
produk pertaniannya dimuka.
Salam bermanpaat bagi penjual
karena meraka menerima pembayaran di muka. Salam juga bermanpaat bagi pembeli
karna pada umumnya harga dengan akad salam lebih murah daripada harga dengan
akad tunai.
Rukun dari akad salam yang
harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1.
Pelaku akad yaitu muslam
(pembeli) adalh pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang
memasok atau memproduksi barang pesanan;
2.
Objek akad yaitu barang atau hasil produksi (muslam
fiih )dengan spesifikasinya dan harga (tsaman);
3.
Shighat, yaitu ijb dan qabul.
Diperbolehkannya salam
sebagi salah satu bentuk jual beli merupakan pengecualian jual beli secara umum
yang melarang jual beli forward sebagai kontrak salam memiliki syarat-syarat
ketat yang harus di penuhi antara lain sebagai berikut.
a)
Pembeli harus membayar penuh barang yang di pesan pada
saat akad salam di tandatangani. Hal ini di perlikan karna jika pembayaran
belum penuh, maka akan terjadi penjualan utang dengan utang yang secara
eksplisit dilarang.
b)
Salam haya boleh digunakan untuk jual beli komoditas
yang kualitas dan kuantitasnya dapat di tentukan dengan tepat (fungible goods
atau dhawat al-amthal ). Komoditas yang tidak dapat di tentukan kuantitas dan
kualitasnya (termasuk dalam kelompok non-fungible goods atau dhawat al-qeemah)
tidak dapat menjual menggunakan akad salam.
c)
Salm tidak dapat dilakukan untuk jual beli komoditas
tertentu atau produk dari lahan pertanian atau peternakan tertentu.
d)
Kualitas dari komodotas yang akan di jual dengan akad
salam perlu mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat
menimbulkan perselisihan. Semua yang dapat di rinci harus di sebutkan secara
ekspilisit.
e)
Ukuran kuantitas dari komoditas perlu di sepakati
dengan tegas.
f)
Tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti di
tetapkan dalam kontraks.
g)
Salam tidak dapat dilakukan untuk barang barang yang
harus diserahkan langsung.
Semua ahli hokum islam berpendapat sama bajwa
akad salam akan jadi tidak sah jika ketujuh syarat di atas tidak sepenuhnya di
patuhi, sebab mereka bersandar pada hadis yang menyatakan;
“barang
siapa akan melakukan akad salam, dia harus menjalankan salm sesuai dengan
ukuran yang di tentukan, berat yang di tentukan, dan tanggal penyerahan barang
yang ditentukan.’’
Dalam akad salam ini, bank bertindak sabagai
penyedia pembiayaan, dan tidak sebagai pembeli akhir komoditas yang di produksi
oleh penjual, bank kemudian menjual kembali dengan akad salam parallel kepada
pembeli akhir dengan waktu penyerahan barang yang sama. Bank juga dapat
(sebagai penjual / muslam ilaih) menerima pesana barang dari nasabah ( pembeli/
muslam), kemudian bank (sebagai pembeli/muslam) memesankan permintaan barang
nasabah kepada produsen penjual (muslam ilaih) dengan pembayaran di muka, dengan
jangka waktu penyerahan yang di sepakati bersama.
Syarat- syarat parallel yang harus di penuhi,
antara lain sebagai berikut;
a)
Pada salam paralel, bank masuk kedalam dua akad yang
berbeda. pada salam pertama bank bertindak sebagai pembeli dan pada salam kedua
bank bertindak sebagai penjual. Setiap kontrak salam ini harus independen satu
sama lain. Keduanya tidak boleh terikat satu sama lain sehingga hak dan
kewajiban kontrak yang satu tergantung kepada hak dan kewajiban kontrak
paralelnya. Setiap kontrak harus memiliki kekuatan dan keberhasilannya harus
tidak tergantung pada yang lain.
b)
Salam parallel haya boleh dilakukan dengan pihak
ketiga. Penjual pada salam pertama tidak boleh menjadi pembeli pada salam
parallel karna hal ini akan menjadi kontrak pembelian kembali yang dilarang
oleh syariah.
G. ISTISHNA
Istishna
adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau komuditas
tertentu untuk pembeli atau pemesan. Istisnha merupakan salah satu bentuk jual
beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang merupakan bentuk jual beli
forward kedu yang di bolehkan oleh syariah
Jika
perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang di pesan dengan bahan baku
dari perusahaan, maka kontrak atau akad
istishna muncul. Agar akad istishna menjadi sah, harga harus di tetapkan
d awa sesuai kesepakatan dan barang harus memiiki spesifikasi yang jelas yang
telah di sepakati bersama. Dalam istishna pembayaran dapat di lmuka, dcicil
sampai selesai, atau di belakang, serta istishna biasanya di aplikasikan untuk
bagianindustri dan barang manufaktur.
Kontrak
istishna menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli.
Sebelum prusahaan mulai memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak
dengan membritahukan sebelumnya kepad pihak lain. Namun demikian, apabila
perusahaan sudah mulai memproduksinya, kontrak istishna tidak dapat di putusakn
secara sepihak.
Rukun dari akad istishna yang harus di penuhi dalam
transaksi adlah:
1. Pelku
akad, yaitu mustashni’(pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesa
barang, dan shani’(penjual) adalah pihak yang memproduksi barang pesanan.
2. Objek
akad, yaitu barang atau jasa (mashnu’)
dengan spesifikasinya dan harga (tsaan).
3. Shighah,
yaitu Ijab dan Qabul.
Sebagai bentuk jual beli forward,
istishna mirip dengan salam, namu ada beberapa perbedaan di antara keduanya:
a. Objek
istishna selalu barang yang harus di produksi, sedangkan bjek salam bisa untuk
apa saja, baik yang harus di produksi lebh dahulumaupun tidak di produksi lebih
dahulu
b. Harga
dalam akad salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harg dalam akad
istishna tidak harus di bayar penuh di muka, melainkan dapat juga di cicil atau
di bayar di belakang
c. Akad
salam efektif tidak dapat di putuskan secara sepihak, sementara dalam istishna
akad dapat di putuskan sebelum perusahaan mulaimemproduksi
d. Waktu
penyerahan tertentu merupakan bagian penting dalam akad salam, namun dalam akad
istishna tidak merupakan keharusan.
Meskipun
waktu penyerahan tidak haru di tentukan dalam akad istishna, pembeli dapat
menetapkan waktu penyerahan maksimum
yang berarti bahwa jika perusahaan
terlambat memenuhinya, pembeli tidak terikat utuk menerima barang dan membayar
harganya, namun demikian, harga dalam istishna dapat di kaitkan dengan waktu
penyerahan. Jadi, boeh disepakati bahwa apa bila terjadi keterlambatan
penyerahan harga dapat di potong sejulah harga tertentu per hari
keterlambatanya.
Dalam aplikasi bank
syari’ah melakukan istishna paralel’ yaitu bank (sebagai penerima pesana/
shani’) menerima pesanan barang dari nasabah (pemesan/ mustashni’), kemudian bank (sebagai pemesan /mustashni’) memesankan permintaan
barang nasabah kepada produsen penjual (sanhi’) dengan pembayaran di muka,
cicil, atau di belakangdengan jangka waktu penyerahan yang di sepakati bersama.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Konsep
jual beli dalam perbankan syariah mengandung beberapa kebaikan antara lain
pembiayaan yang di berikan selalu terkait dengan sector rill.
Murabahah adalah akad jual beli
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
Salam merupakan bentuk
jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari
(advanced payment atau forwad bunying atau puture sales) dengan harga,
spesifikasi, jumlah, kualitas, tinggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta
di sepakati sebelumnya dalam perjanjian..
Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk
memproduksi barang atau komuditas tertentu untuk pembeli atau pemesan. Istisnha
merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam
yang merupakan bentuk jual beli forward kedu yang di bolehkan oleh syariah.
B. SARAN
Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya. Serta diharapkan
dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat memahami
lebih dalam tentang konsep jual beli dalam perbankqn syariah ini. Selain itu
kami juga perlu kritikan dan saran dari dosen dan pembaca sehingga tugas-tugas
berikutnya bisa lebih sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Ascarya.
2011. Akad dan Produk Bank Syari’ah. Jakarta:
PT Raja Grapindo Persada.
Al-Hanifi.
Abu Rifqi.2002. Kamus Al-Amanah Arab-Indonesia.
Surabaya: CV.Adis Cet.Ke-1
Harisman.2006. Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syari’ah.
Jakarta: Direktorat Perbankan Syari’ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar