BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut pasal 1 undang-undang No. 4 Tahun 2003
tentang Perbankan, Bank adalah Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatan tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran.
Sedangkan menurut pasal 1 undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dengan demikian jelas dinyatakan dalam kedua
pasal di atas bahwa bank adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan
usahanya baik secara syariah maupun konvensional dalam fungsinya sebagai
intermediasi antara masyarakat yang memiliki dana lebih (deposan) dengan
masyarakat yang membutuhkan dana (kreditur). Dalam fungsinya sebagai
intermediasi antara deposan dengan kreditur, maka bank harus melakukan kegiatan
penghimpunan dana dari pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada
kreditur.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian penghimpunan dana ?
2.
Apa sumber-sumber
dana bank ?
3.
Apa
prinsip penghimpunan dan bank syari’ah ?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui lebih dalam tentang sistem penghimpunan dana bank
syari’ah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penghimpunan Dana
Pengertian
penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari
dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur
dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposan
dengan pihak kreditur.
B.
Sumber-sumber
Dana Bank
Perbankan
syari’ah merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana.
Oleh sebab itu, bank syari’ah membutuhkan sumber-sumber dana yang akan
dikelola. Adapun sumber-sumber dana di bank syari’ah antara lain:
1.
Modal,
yaitu dana yang diserahkan oleh pemilik.
Pada akhir
priode tahun buku, setelah dihitung keuntungan yang didapat pada tahun
tersebut, pemilik modal akan memperoleh bagian dari hasil usaha yang biasa
dikenal dengan deviden. Dana modal dapat dipergunakan untuk pembelian gedung,
tanah, perlengkapan dan sebagainya. Selain itu, modal juga dapat dipergunakan
untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan.
2.
Titipan
3.
Investasi
C.
Prinsip
penghimpunan dana bank syari’ah
Dalam Bank
Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama
produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua
yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah
Prinsip wadiah
dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa
giro dan tabungan. Di Indonesia, hampir semua Bank Syariah menerapkan prinsip
wadiah pada tabungan giro. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank
Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindah bukuan.
Penghimpunan
dana dengan prinsip mudharabah, dapat dibagi atas dua skema yaitu skema
muthlaqah dan skema muqayyadah. Dalam penghimpunan dana dengan prinsip
mudharabah muthalaqah, kedudukan Bank Syariah adalah sebagai mudharib (pihak
yang mengelola dana) sedangkan penabung atau deposan adalah pemilik dana
(shahibul maal). Hasil usaha yang diperoleh bank selanjutnya dibagi antara bank
dengan nasabah pemilik dana sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati dimuka.
Dalam
penghimpunan dana dengan pinsip mudharabah muqayyadah, kedudukan bank hanya
sebagai agen saja, karena pemilik dana adalah nasabah pemilik dana mudharabah
muqayyadah, sedang pengelola dana adalah nasabah pembiayaan mudharabah
muqayyadah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara nasabah pemilik dana
mudharabah muqayyadah dengan nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Bank
sebagai agen dalam hal ini menerima fee saja. Pola investasi terikat dapat
dilakukan dengan cara chaneling dan executing. Pola chaneling adalah apabila
semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak
menanggung risiko apapun. Pola executing adalah apabila bank sebagai agen juga
menanggung risiko. Prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan dalam kegiatan
usaha bank syariah untuk produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Tujuan dari
kegiatan penghimpunan dana adalah untuk memperbesar modal, memperbesar asset
dan memperbesar kegiatan pembiayaan sehingga nantinya dapat mendukung fungsi
bank sebagai lembaga intermediasi.
1.
Tabungan
Wadi’ah
Salah satu prinsip yang digunakan bank
syari’ah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan.
Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang
dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Terkait dengan
produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad
adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang
memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang
atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang
dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan
dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab
terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja
pemiliknya (nasabah) menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya
atas keuntungan dari hasil pemanfaatan harta titipan tersebut.
Dalam tabungan wadiah, bank dengan nasabah
tidak boleh mensyaratkan pembagian hasil keuntungan atas pemanfaatan harta
tersebut. Namun bank diperbolehkan memberikan bonus (fee) kepada pemilik harta
titipan (nasabah) selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain, pemberian
bonus (fee) merupakan kebijakan bank yang bersifat sukarela.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik
beberapa ketentuan umum berkenaan dengan tabungan wadiah, yaitu sebagai
berikut:
- Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang
harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak
pemilik.
- Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang
menjadi hak atau tanggung jawab bank, sedangkan nasabah penitip tidak
dijanjikan imbalan dan menanggung kerugian.
- Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai
insentif selama tidak diperjanjikan di akad awal pembukaan rekening.
2.
Tabungan Mudharabah
Prinsip lain yang digunakan bank syari’ah dalam menghimpun dana
adalah dengan memakai prinsip investasi. Akad yang sesuai dengan prinsip ini
adalah mudharabah.Tujuan dari mudharabah adalah kerja sama antara
pemilik dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mudharib) dalam
hal ini adalah bank syari’ah.
Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang
dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah sendiri mempunyai dua
bentuk, yakni mudharabah mutalaqah dan mudharabah muqayyadah, perbedaan yang
mendasar diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang
diberikan pemilik harta kepada pihak bank dalam mengelola hartanya. Dalam hal
ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan
nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam
kapasitasnya sebagai mudharib berhak untuk melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk
melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah
juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank
harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab
atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan
membagikan hasil kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati
di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak
bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya.
Namun, bila yang terjadi adalah miss management (salah urus), bank bertanggung
jawab penuh atas kerugian tersebut.
Dalam mengelola harta mudharabah, bank menutup biaya oprasional
tabungan dengan hasil nisbah yang menjadi hak nasabah pemilik dana. Disamping
itu, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah penabung
tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. PPH bagi hasil tabungan mudharabah dibebankan langsung ke rekening
tabungan nasabah pada saat penghitungan bagi hasil.
3.
Simpanan
Giro
Dalam bahasa sehari-hari kata simpanan sering disebut dengan nama
rekening atau account, dimana artinya sama. Dengan demikian simpanan
atau rekening berarti memiliki sejumlah uang yang disimpan di bank tertantu
atau dengan kata lain simpanan adalah dana yang diamanahkan oleh masyarakat
untuk dititipkan di bank. Dana dana tersebut kemudian dikelola oleh bank dalam
bentuk simpanan, seperti trekening giro, rekening tabungan dan rekening
deposito unutk kemudian diusahakan kembali dengan cara disalurkan ke
masyarakat.
Pengertian giro menurut Undang-Undang Perbankkan Nomor 10 Tahun
1998 tanggal 10 November 1998 adalah Simpanan yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah cek, bilyet giro,
sarana perintah bayar lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang dimaksud
dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah adalah giro yang dijalankan
berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Yang dimaksud giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan
akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya
menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan
boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Hal ini
berarti wadiah yad dhamanah mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh,
yakni nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak
sebagai pihak yang dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak
boleh saling menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan
dana atau barang titipan tersebut.
Dalam kaitannya dengan produk giro, Bank Syariah menerapkan prinsip
wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan
hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang
titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang
disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa kewajiban memberikan
bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun Bank Syariah
diperkenankan untuk memberikan insentif berupa bonus (fee) dengan catatan tidak
diperjanjikan sebelummnya.
Dari pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan beberapa ketentuan
umum giro wadiah sebagai berikut:
- Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan
syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah
tersebut.
- Keuntungan atau kerugian dari pegelolaan dana menjadi milik atau
ditanggung bank, sedangkan pemilik tidak dijanjikan imbalan atau
menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik
dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak
diperjanjikan di awal.
- Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on
call), baik sebagian maupun seluruhnya.
4.
Simpanan
Deposito
Yang juga termasuk produk bank dalam bidang penghimpunan dana
(founding) adalah deposito. Berdasarkan undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud
dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan
bank yang bersangkutan.
Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang
dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional
MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan
adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah
Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola
dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam
kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam
usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya,
termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
Dengan demikian, Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib
memiliki sifat sebagai wali amanah (trustee), yakni harus bertindak hati-hati
atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, Bank Syariah
juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan
dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar aturan syariah.
Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagikan
hasil keuntungan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati
di awal akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi bukan akibat kelalaiannya. Namun,
apabila yang terjadi adalah miss management (salah urus), maka bank bertanggung
jawab penuh atas kerugian tersebut.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pemilik dana terhadap
bank, terdapat dua bentuk mudharabah, yaitu:
- Mudharabah Mutalaqah
- Mudharabah Muqayyadah
Dalam deposito mutalaqah, pemilik dana
tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada pihak Bank Syariah
dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek
investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah mempunyai hak dan kebebasan penuh
dalam mengelola dan menginvestaikan dana mudharabah muthalaqah ini ke berbagai
sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Berbeda dengan deposito mudharabah
mutalaqah, dalam deposito mudharabah muqayyadah, pemilik dana memberikan
batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola
investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya.
Dengan kata lain, Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya
dalam menginvestasikan dana mudharabah muqayyadhah ini ke berbagai sektor
bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
a.
Deposito berjangka
Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan dengan jenis jangka
waktu tertentu. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan maupun
lembaga. Artinya, di dalam bilyet deposito tercantum nama seseorang atau
lembaga si pemilik deposito berjangka. Dan penarikan deposito ini dapat
dilakukan jika sujah jatuh tempo.
b.
Sertifikat
deposito
Sama seperti deposito berjangkan, sertifikat deposito merupakan deposito
yang diterbitkan berdasarkan jangka waktu tertentu. Bedanya, kalau sertifikat
deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk sertifikat serta dapat
diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perbankan
syari’ah merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana.
Oleh sebab itu, bank syari’ah membutuhkan sumber-sumber dana yang akan
dikelola. Adapun sumber-sumber dana di bank syari’ah antara lain: modal,titipan
dan investasi.
Dalam Bank
Syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama
produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua
yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
B.
Saran
Dari uraian
diatas, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih terdapat banyak
kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, jika pembaca
menemukan kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini dengan senang hati kami
menerima saran maupun kritik dari pembaca demi sempurnanya materi dalam makalah
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar